Jakarta-Hari ini (4 Oktober 2016), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan dialog publik yang bertajuk “Kebijakan Reklamasi, Menilik Tujuan, Manfaat dan Efeknya”. WALHI menyambut upaya KPK ini jika ini sebagai bentuk kepedulian atau interest KPK sebagai institusi negara yang diberi mandat memberantas tindak kejahatan korupsi di , serta komitmen KPK menyelamatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang terus digalakkan di berbagai sektor SDA, antara lain melalui gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam di sektor kelautan. Dari seluruh upaya advokasi yang dilakukan oleh WALHI di berbagai daerah ditemukan berbagai fakta kejahatan yang merugikan negara dan merugikan perekonomian negara, mulai dari maladministrasi seperti reklamasi Teluk Palu, melanggar hukum seperti reklamasi Teluk Jakarta, dugaan korupsi seperti reklamasi Makassar, dan penuh dengan praktek kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungannya seperti yang terjadi dalam reklamasi Teluk Benoa. Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional WALHI menyatakan bahwa dari berbagai fakta ini, mestinya Komisioner KPK mengambil tindakan yang BERANI untuk mengusut tindak kejahatan korupsi yang dilakukan oleh kekuasaan dan pemodal untuk melanggengkan proyek-proyek reklamasi di berbagai wilayah di Indonesia”. Selain BERANI, KPK juga dituntut untuk memiliki keberpihakan terhadap penyelamatan lingkungan dan kemampuan dalam mengungkap unsur-unsur yang memenuhi tindak kejahatan korupsi di proyek reklamasi”.
Faktanya sampai hari ini, dari berbagai kasus yang diduga terdapat tindak kejahatan korupsi di proyek-proyek reklamasi belum tersentuh banyak oleh KPK, antara lain PT. TWBI misalnya sudah menyatakan secara terbuka bahwa mereka telah mengeluarkan uang mencapai 1 trilyun, mestinya KPK menjadikan pernyataan dari PT. TWBI sebagai bukti awal atas dugaan tindak korupsi dan mengusutnya secara serius. Demikian juga atas dugaan korupsi yang dilakukan oleh PT. Yasmin Bumi Asri dalam reklamasi proyek CPI di Makassar, yang telah dilaporkan ke KPK, dan hingga hari ini laporan tersebut belum ditindaklanjuti. Bahkan yang terakhir, publik dikecewakan oleh KPK dengan mencabut cekal terhadap Aguan yang diduga melakukan suap terhadap pejabat publik DKI Jakarta untuk menjalankan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Di tengah darurat kejahatan korporasi, di mana negara nyaris tidak memiliki kekuatan berhadapan dengan kuasa korupsi, tentu publik berharap KPK berkomitmen membongkar kejahatan korupsi dan korporasi, yang di dalamnya saling berkelindan kekuasan ekonomi dan politik. Berbagai proyek reklamasi bukan hanya merugikan negara, tapi juga merugikan perekonomian negara yang bersumber dari hilangnya sumber-sumber kehidupan masyarakat nelayan, hilangnya fungsi-fungsi ekologis kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta kerugian bencana ekologis akibat pembangunan yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup dan rakyat. Narahubung: Edo Rakhman (0813.5620.8763)