Press Release WALHI JAMBI
#TOLAKBATUBARA #STOPBATUBARA #MORATORIUMBATUBARA Jambi – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jambi, melakukan aksi kampanye penolakan terhadap tambang batubara. Aksi melibatkan komponen Eksekutif Daerah Walhi Jambi, dibuat menarik, dengan cara membentang poster dan menggunakan masker yang bertuliskan hastag #TOLAKBATUBARA. Sontak hal ini pun menyedot perhatian masyarakat, karena dilakukan di tempat yang menjadi icon Provinsi Jambi, tepatnya di Jembatan Gentala Arasy, Kota Jambi. Selasa sore (8/5/2018). “Aksi poster ini juga salah satu bentuk responsif WALHI Jambi terhadap pertemuan Coal Trans, di Nusa Dua, Bali, yang diselenggarakan mulai dari tanggal 7 hingga 9 Mei 2018 ini. Coal Trans adalah pertemuan reguler para pebisnis batubara di seluruh dunia, yang bertujuan untuk terus melanggengkan penggunaan batubara di dunia. Pertemuan ini dinilai akan melahirkan upaya untuk terus melakukan eksploitasi terhadap sumber energy tak terbaharukan di Indonesia, yakni batubara,” kata Kepala Divisi Kampanye dan Penguatan Jaringan Eksekutif Daerah WALHI Jambi, Abdullah kepada media ini, Selasa (8/5/2018).
Menurut Asosiasi Energi Internasional (IEA), Negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia bakal menggunakan Batubara sebagai Pembangkit Tenaga Listrik sebanyak tiga kali lipat dari jumlah penggunaan saat ini dalam 20 Tahun mendatang. Data yang berhasil dihimpun WALHI Jambi dari berbagai sumber, di Provinsi Jambi sendiri sudah dibuka sebanyak 449 izin usaha pertambangan dalam periode sampai tahun 2010, dengan luas 727.844 hektar, diantaranya 349.905 hektar atau 233 izin terletak di kawasan-kawasan hutan lindung dan hutan produksi, dan 105 izin usaha seluas 7.388 hektar telah mengantongi izin eksploitasi. Data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi menyebutkan, ada 386 perusahaan tambang batu bara yang tersebar di Provinsi Jambi, dan hanya 90 perusahaan yang memiliki izin lengkap. Aktifitas pertambangan Provinsi Jambi menjadi penyumbang terbesar kerusakan sistem ekologis wilayah hilir maupun di wilayah pertambangan, tercemarnya air Sungai Batanghari, rawan bencana ekologis seperti tanah longsor, banjir dan sebagainya. Selain itu, menurut Hasil perhitungan yang dilakukan oleh Masyarakat Sipil Sumsel-Jambi-Babel untuk Perbaikan Tata Kelola Minerba di Provinsi Jambi sejak tahun 2010 hingga 2013, perkiraan potensi kerugian penerimaan mencapai Rp 50,467 Miliar lebih. Padahal dari sektor tambang, royalty yang masuk ke Provinsi Jambi hanya mencapai M 10 Miliar. Hal ini tentu sangat jauh dari biaya kerugaian yang dtimbulkan, ditambah lagi dengan kerusakan jalan yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 300 Miliar. “Oleh karena itu, dalam aksi poster hari ini, kami dari WALHI Jambi juga menyampaikan beberapa tuntutan terkait pertambangan batubara di Provinsi Jambi,” tutup Abdullah. Beberapa tutuntan tersebut yakni pertama mendesak pemerintah agar mereview perizinan dan melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan tambang batubara yang terbukti melakukan pelanggaran yang beresiko tinggi bagi lingkungan hidup dan mengancam wilayah kelola rakyat.
Kedua, penyelamatan hutan dan wilayah kelola rakyat sebagai sumber kehidupan dan ketahanan pangan melalui pengakuan hak masyarakat atas hutan dan tanah. Ketiga, meminta pemerintah memastikan jaminan keberlanjutan dan keadilan bagi rakyat, serta perlindungan keselamatan kepada kelompok rentan dari dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh batubara antara lain masyarakat adat, petani, kaum miskin kota, perempuan dan anak. Keempat, mendesak pemerintah melakukan tindakan konkrit untuk upaya pemulihan-pemulihan ekosistem yang telah rusak dengan tahapan dan indicator yang terukur, serta melibatkan partisipasi publik di dalamnya. Dan yang terkahir pemerintah harus berkomitmen untuk merumuskan kebijakan energi terbarukan sebagai upaya dari meninggalkan penggunaan energi kotor batubara menuju energi terbarukan dengan prinsip yang dapat diakses dan dikontrol oleh rakyat.