Pers Release
Jakarta, 10 Maret 2023 – Lagi-lagi institusi Peradilan tidak dapat memenuhi rasa keadilan rakyat. Hari ini, 10 Maret 2023, Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi menolak upaya hukum praperadilan yang ditempuh oleh warga yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) Desa Pakel, Banyuwangi dan Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (Tekad Garuda) terhadap penetapan tersangka 3 orang petani Pakel, Mulaydi, Suwarno, dan Untung.
Eksekutif Nasional Walhi sungguh menyesalkan putusan PN Banyuwangi yang menolak upaya praperadilan dari kasus yang menyita perhatian publik sejak awal bulan Februari 2023. Sebab, banyak fakta yang mengungkapkan kejanggalan dalam proses hukum. Deputi Eksternal Walhi, Ode Rakhman, mengungkapkan, “setelah mencermati putusan dari Hakim PN Banyuwangi yang memeriksa permohonan praperadilan ini, kami menilai hakim tidak cermat dalam membuat pertimbangan”. Pasalnya, dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa Pasal 112 dan 227 KUHAP merupakan ketentuan yang diberlakukan pada lingkup persidangan. Mekanisme pasal 112 dan 227 KUHAP dianggap tidak relevan dengan pengujian penetapan sah atau tidaknya tersangka. “Hakim PN Banyuwangi tidak mencermati bahwa Pasal 112 dan Pasal 227 KUHAP merupakan aturan prosedur pemanggilan dalam pemeriksaan sebelum penetapan tersangka yang termasuk domain objek praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 KUHAP jo. putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014”, ungkapnya. “artinya terdapat pelanggaran prosedur dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian”, imbuhnya.
Eksekutif Nasional Walhi juga menyayangkan pelaksanaan proses praperadilan yang dijalankan oleh PN Banyuwangi. Diketahui, dalam proses praperadilan ini Hakim sempat melakukan penundaan sidang selama 14 hari. Penundaan ini hanya untuk memberikan kelonggaran kepada para termohon yang tidak memenuhi panggilan/tidak datang dalam proses praperadilan. “Kami tentu menyayangkan tindakan Hakim yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang”, ia mengungkapkan. Pasalnya, berdasarkan ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf a KUHAP, dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan , hakim yang ditunjuk seharusnya segara menetapkan hari sidang. Hal ini sesungguhnya untuk memenuhi ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP yang menyatakan, bahwa pemeriksaan praperadilan dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. “Tindakan Hakim yang demikian dapat memberikan dampak buruk pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi pengadilan”, pungkasnya.
Terakhir, Eksekutif Nasional Walhi juga menuntut agar dilakukan penangguhan penahanan terhadap 3 orang tersangka secepatnya. “Kami sudah sejak bulan Februari yang lalu telah mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan dan penjaminnya yang hingga hari ini tidak menerima jawaban”, tuturnya. Eksekutif Nasional Walhi mengingatkan, bahwa meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, bukan berarti seorang tersangka dapat diperlakukan semena-mena dan melanggar hak-haknya. Tersangka tetap memiliki hak-hak sebagaimana dalam KUHAP, salah satunya tersangka wajib ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat dan martabat serta dinilai sebagai subjek bukan objek, yang mana perbuatan tindak pidananya-lah yang seharusnya menjadi objek pemeriksaan. “Penangguhan dan/atau keberatan terhadap penahanan telah dijamin melalui Pasal 31 ayat (1) jo. Pasal 123 KUHAP”, pungkasnya.
Narahubung:
Ode Rakhman – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi (0813 5620 8763)