Siaran Pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta-Setelah kemarin (27 Februari 2018) mendaftarkan gugatan terhadap Keputusan Menteri ESDM No. 422.K/30/DJB/2017 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Operasi Produksi Kontrak Karya PT. Citra Palu Mineral (PT.CPM/anak perusahaan dari Bumi Resources) di PTUN Jakarta, hari ini (28 Februari 2018), WALHI bersama Kuasa Hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Pengabdi LingkunganHidup, kembali mendaftarkan gugatan terhadap Menteri ESDM, Ignatius Jonan yang telah mengeluarkan SK Menteri ESDMl Nomor:441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Mantimin Coal Mining (PT. MCM) menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi, pada tanggal 4 Desember 2017. Izin tersebut seluas 5.900 hektar meliputi kabupaten Tabalong, Balangan dan Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan. Wilayah tersebut menjadi bagian dari pegunungan Meratus yang merupakan bagian penting dari ekosistem yang menyangga pulau Kalimantan. Luasan yang izin tambang itu berupakawasan hutan sekunder seluas 1.398,78 hektare, permukiman 51,60 hektare, sawah 147,40 hektar, serta sungai 63,12 hektar. Dikeluarkannya izin ini tidak melibatkan sama sekali masyarakat di daerah yang akan terdampak oleh operasi penambangan batubara. Kabupaten Hulu Sungai Tengah merupakan Daerah tangkapan air dan sumber air baku PDAM dan Masyarkat. Pembukaan pengunungan meratus berarti akan menganggu tangkapan air dan sumber air yang merupakan sandaran kehidupan masyarakat tiga kabupaten.
Izin tersebut juga berpotensi berdampak pada kerusakan lingkungan dan ancaman banjir yang akan menghadang di tiga kabupaten yaitu di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Tabalong dan Balangan. Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan “jika pertambangan batubara ini diizinkan, maka akan mengancam kelestarian lingkungan, ruang hidup, dan sumber kehidupan masyarakat. Bahkan, menyebabkan bencana ekologis, merusak tatanan sosial masyarakat, menyebabkan konflik sosial dan konflik agraria, dan mengabaikan kehidupan lintas generasi”. Romli, ketua GEMBUK(Gerakan Penyelamat Bumi Murakata) mengatakan” Masyarakat, Bupati, DPR, Organisasi Kemasyarakatan dan Tokoh Masyarakat sudah jelas Menolak adanya ijin Tambang dan Sawit di HST. Tanda tangan Petisi Penolakan baik sudah lebih 20 ribu tanda tangan dan akan terus bertambah” Dikeluarkannya izin menunjukan pemerintah masih memberikan ruang eksploitasi bahan mentah dan sumber daya tidak terbarukan untuk kebutuhan jangka pendek.
Pengalaman pahit minyakbumi tidak menjadi pelajaran oleh pemerintah, ekspor dan penambangan minyak bumi dan besar-besaran dimasa lampau tidak memikirkan kebutuhan jangka panjang membuat hari ini Indonesia mengimpor minyakbumi. Pengalaman pahit ini harusnya membuat pemerintah membatasi eksploitasi batubara, dengan membatalkan izin dan tidak mengeluarkan izin baru operasi produksi adalah salah satu jalan agar pengalaman pahit minyak bumi tidak terjadi di batubara. Dalam penutup siaran pers ini, WALHI menekankan “bahwa upaya hukum yang dilakukan dengan menggugat kebijakan Menteri ESDM ini di PTUN Jakarta, sebagai bagian dari upaya memaksa negara mengedepankan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup, dengan menghentikan seluruh perizinan yang memiliki risiko tinggi seperti industri ekstraktive tambang batubara. Upaya hukum ini juga sebagai upaya memutus rantai kejahatan korporasi, yang selama ini terus menerus difasilitasi oleh negara melalui berbagai kebijakan dan regulasi, tanpa menghitung biaya lingkungan yang harus ditanggung oleh rakyat”, demikian ditegaskan Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan. Nara hubung: Kisworo +62 813-4855-1100 Direktur Esekutif WALHI KALSEL Dwi Sawung +62 815-6104-606 Pengkampanye Energi dan Perkotaan Eknas WALHI Ronald A Siahaan, SH, MH, +62 877-7560-7994 Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup