slot terbaikcapcut88pastigacor88slot thailandslot pulsaslot pulsaslot gacor hari inislot pulsaslot danaslot gacor hari inislot gacor gampang menangslot gacor maxwinslot gacor 2024slot gacor resmislot pulsaslot gacor 2024slot gacor hari inislot gacor terbaikslot pulsaslot gacor terbaikslot gacor hari inislot danaslot gacor terpercayaagen slot gacorslot gacorslot gacor viralslot pulsaslot gacor maxwinslot dana
Walhi Mengutuk Tindakan Kekerasan Kepolisian di Sulawesi Tengah yang Mengakibatkan Kematian Warga | WALHI

Walhi Mengutuk Tindakan Kekerasan Kepolisian di Sulawesi Tengah yang Mengakibatkan Kematian Warga


Walhi Mengutuk Tindakan Kekerasan Kepolisian di Sulawesi Tengah yang Mengakibatkan Kematian Warga

Sabtu, 12 Februari 2022, kekerasan kembali terjadi. Aksi penolakan tambang PT. Trio Kencana di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, ditanggapi dengan tindak kekerasan oleh aparat kepolisian. Kali ini sampai mengorbankan nyawa seorang peserta aksi. Satu orang meregang nyawa, dan kurang lebih 60 orang warga ditangkap paksa.

Korban meninggal atas nama Erfaldi (21 tahun) mahasiswa dari Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong dilaporkan tewas terkena tembakan di perutnya.

Aksi penolakan warga terhadap rencana pertambangan emas ini sendiri telah berlangsung lama. Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Tengah, Sunardi Katili, menyatakan bahwa aksi-aksi penolakan terhadap PT. Trio Kencana sudah dimulai sejak tahun 2010. “Ketika izin PT. Trio Kencana dikeluarkan Pemprov Sulteng, penolakan sudah muncul dari masyarakat Kec. Tinombo Selatan”, ungkapnya. Seiring waktu, aktivitas pertambangan tidak lagi berjalan. Sunardi menambahkan, namun secara tiba-tiba, pada tahun 2020, status IUP PT. Trio Kencana dinaikkan menjadi IUP Operasi Produksi oleh dinas ESDM, dengan luasan 15.725 Ha (Agustus 2020). “Terkait hal ini, masyarakat merasa tertipu. Pasalnya, tidak pernah ada sama sekali sosialisasi yang dilakukan baik dari pihak perusahaan maupun Pemerintah” ungkapnya.

Sejak mengetahui munculnya IUP baru ini, tercatat beberapa kali masyarakat telah melakukan aksi protes dan penolakan. Tercatat masyarakat mulai melakukan aksi protes pada tanggal 31 Desember 2020. Aksi protes terus terjadi, hingga pada 17 Januari 2022, masyarakat Kecamatan Kasimbar kembali melakukan aksi protes. Kali ini masyarakat menuntut pencabutan IUP PT. Trio Kencana, karena dampak pertambangan telah dirasakan. Salah satu dampak yaitu berupa keberadaan 3 lubang tambang di kebun milik masyarakat.

Tidak mendapat respon apapun, masyarakat kembali melakukan aksi pada tanggal 7 Februari 2022. Masyarakat menuntut kehadiran dan sikap Gubernur Sulawesi Tengah untuk mencabut IUP PT. Trio Kencana. Saat itu massa aksi ditemui oleh perwakilan pemerintah provinsi. Sunardi menerangkan, kala itu, melalui staf ahli Gubernur (Ridha Saleh) yang menyambungkan via telepon seluler dengan Gubernur Sulteng (Rudy Mastura) menjanjikan selambat-lambatnya 1 minggu Gubernur akan menemui masyarakat. “Aksi pada 12 Februari 2022 ini justru aksi menagih janji pertemuan yang dijanjikan oleh Gubernur sendiri sebetulnya” imbuhnya. Masyarakat menuntut janji Gubernur untuk bertemu dan mendengarkan aspirasi masyarakat.

Aksi menunggu kedatangan Gubernur ini kemudian direspon dengan kekerasan oleh aparat kepolisian. Tindakan-tindakan kekerasan kepolisian di lapangan sampai menyebabkan satu orang korban meninggal. Polisi terus memburu peserta aksi. Hingga saat ini tercatat setidaknya 60 orang telah ditangkap oleh pihak kepolisian hanya karena berjuang untuk menjaga kelestarian ruang hidupnya.

Secara terpisah, Fanny Tri Jambore, Manajer Kampanye Isu Tambang dan Energi Eksekutif Nasional Walhi menyatakan, “Tindakan kekerasan dan penangkapan tanpa prosedur oleh aparat kepolisian di Sulawesi Tengah terhadap massa aksi tolak tambang yang mengakibatkan meninggalnya satu orang warga ini menambah daftar panjang catatan hitam kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga yang tengah memperjuangkan ruang hidupnya”, ungkapnya. Menurut catatan Walhi, sepanjang tahun 2021 hingga saat ini, setidaknya terdapat 182 warga mengalami kekerasan oleh aparat kepolisian.

Dengan catatan ini Walhi mendesak Kapolri untuk melakukan evaluasi secara serius di tingkat jajaran Polri. “Kejadian berulang ini harus dihentikan. Kapolri harus memberi perhatian serius berkaitan dengan konflik-konflik agraria dan lingkungan”, ungkap Fanny. Terkait kasus di Sulawesi Tengah ini, Walhi berharap adanya proses yang transparan untuk mengusut tuntas kasus yang menewaskan satu orang warga disana. Selain itu, Fanny meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi yang serius terhadap pemberian izin-izin pertambangan yang telah menimbulkan sejumlah konflik karena mengancam keselamatan wilayah kelola rakyat dan ruang hidupnya. “Harus ada evaluasi yang serius kali ini”, pungkasnya.

 

Narahubung

Sunardi Katili (0823 1941 1177) Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulawesi Tengah
Fanny Tri Jambore (0838 5764 2883) Manajer Kampanye Isu Tambang dan Energi Eksekutif Nasional Walhi