Siaran Pers
Walhi Sulawesi Tengah mendukung penuh aksi yang dilakukan ratusan masyarakat Desa Labota yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Masyarakat Desa Labota Sadar Lingkungan (GMDLSL). Aksi yang dilakukan pada senin tanggal 22 Juli 2024, merupakan aksi yang sudah ketiga kalinya dilakukan, sebelumnya tanggal 18–19 Juli 2024 berlokasi di Jetty PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan PLTU Captive di Desa Labota.
Hari Senin tanggal 22 Juli 2024, merupakan aksi puncak dari kemarahan masyarakat atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas industri nikel di kawasan IMIP.
Setiap hari masyarakat Desa Labota merasakan dampak abu batubara dari aktivitas PLTU Captive, debu jalan akibat lalu lalang mobil DT perusahaan, reklamasi yang menganggu nelayan untuk Tersus Jetty, pembuangan limbah ke laut, serta suara bising dari Conveyor yang sangat dekat dengan pemukiman warga. PT IMIP memiliki 20 unit PLTU Captive, 16 unit yang sedang beroperasi berkapasitas 2970 MW dan yang sedang konstruksi 4 unit kapasitas 2600 MW.
Data olahan: Walhi Sulteng rujukan Global Energy Monitor (GEM)
Jika dikalkulasi antara yang sedang produksi dan operasi total kapasitas PLTU Captive yang beroperasi di kawasan IMIP mencapai 5570 MW. Tentu dengan kapasitas yang begitu besar nantinya masyarakat akan merasakan dampak yang cukup serius di masa–masa yang akan datang.
Aksi dilakukan warga dengan menutup jalur Tersus Jetty dan PLTU Captive, mulai pukul 10:00 pagi hingga pada malam hari. Menuntut pertanggung jawaban PT IMIP yang tak kunjung serius menangani dampak lingkungan yang ia ciptakan.
Ada empat tuntutan utama masa aksi GMSDL yaitu: meminta pertanggung jawaban DLH Morowali atas tidak adanya pengawasan lingkungan yang dilakukan, meminta sikap tegas DPRD Morowali atas pelanggaran lingkungan yang dilakukan, serta meminta pertangung jawaban PT IMIP atas janji kompensasi atas dampak lingkungan yang tak kunjung direalisasikan.
PT IMIP merupakan kawasan industri nikel dengan memiliki luas 4000 ha terletak di dua desa yaitu Desa Fatuvia dan Labota Kec Bahodopi. Ada 40 tenant yang beroperasi dan saling terintegrasi memproduksi empat klaster nikel yaitu Stainles Steel, Nikel Pig Iron (NPI), Carbon Steel, dan MHP untuk komponen baterai. Sejak 2023 hingga 2024 terhitung sudah hampir 10 tahun PT IMIP beroperasi dan terus memberikan dampak yang sangat signifikan bagi masyarakat Desa Labota dan Fatuvia. Akan tetapi selama ini seperti ada pembiaran yang dilakukan oleh perusahaan.
Desa Labota, sekolah SDN dan MTS Aljariyah hanya berjarak 100–200 meter dari cerobong PLTU Captive milik PT IMIP dan jalan raya. Aktivitas PLTU menganggu proses belajar mengajar, suara kebisingan dan abu batubara yang masuk ke ruangan kelas. 6 orang anak siswa yang teridentifikasi mengalami batuk–batuk dan sesak nafas, usia rata–rata 12–13 tahun ke atas. Di Dusun Kurisa, Desa Fatuvia masyarakat mengeluhkan bau menyengat serta abu batubara yang masuk ke dalam rumah dan air pendingin batubara yang dibuang ke laut merusak terumbu karang dan ekosistem laut.
“Menurut warga Desa Labota sudah hampir 10 tahun kami dijanji oleh PT IMIP untuk melakukan perbaikan lingkungan dan memberikan kompensasi akan tetapi hingga saat ini nihil hasilnya dan pemerintah seolah–olah menutup mata, padahal kami tiap hari hidup berdampingan dengan lingkungan yang tidak sehat ini, banyak orang mengeluhkan sesak nafas akibat menghirup abu PLTU.”
Aksi menuntut perbaikan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat sering terjadi dan bukan baru kali ini, tercatat sejak mulai beroperasinya PT IMIP tahun 2014 sudah ada gerakan penuntutan, akan tetapi perusahaan dan pemerintah seperti menutup mata seolah–olah tidak ada apa–apa yang terjadi.
Wandi kampainer Nikel Walhi Sulteng, PT IMIP merupakan salah satu proyek primadona dalam program hilirisasi pemerintahan Jokowi, hasil produksi mencapai nilai teratas dalam pasar nikel global, serta menjadikan IMIP sebagai salah satu perusahaan raksasa di kawasan Asia. Hasil yang ia dapatkan tidak sebanding dengan tanggung jawab yang ia berikan terhadap masyarakat yang berada di lingkar kawasan industrinya, serta kelas pekerja yang tiap hari bertaruh nyawa untuk ambisi produksi nikel.
Atas situasi tersebut menyambung apa yang menjadi tuntutan GMSDL, maka kami meminta kepada pemerintah terkait, DLH Provinsi Sulteng, Gubernur Sulteng, Kementerian ESDM, Kementrian Investasi, dan KLHK untuk serius melakukan evaluasi terhadap pencemaran lingkungan, melakukan audit lingkungan secara menyeluruh di kawasan PT IMIP serta tenan–tenan yang beroperasi di dalamnya. Menghentikan penggunaan PLTU Captive Coal Powerplan untuk industri nikel yang menyebabkan polutan dan emisi.
Berdasarkan UU 32 tahun 2009, jika dilihat apa yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri seperti polusi udara, kebisingan, hilangnya mata pencaharian nelayan, dan tercemarnya air. PT IMIP diduga telah melakukan kejahatan lingkungan selama 10 tahun terakhir.
Narahubung:
Wandi, Pengkampanye Eksekutif Daerah WALHI Sulteng