Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Kampanye Gugatan Iklim Pulau Pari
Berlin, 29 September 2023 –Friend of the Earth (FoE) Jerman atau Bund für Umwelt und Naturschutz Deutschland (BUND) bersama dengan Miserior dan sejumlah jaringan di Jerman telah menyelenggarakan serangkaian pertemuan untuk membahas The Corporate Sustainability Due Diligence Directive (CSDDD), salah bagian penting dari Undang-Undang Supply Chain Uni Eropa yang mewajibkan perusahaan-perusahaan yang memiliki kantor pusat di negara-negara Uni Eropa dan non Uni Eropa untuk melakukan uji tuntas lingkungan hidup dan hak asasi manusia di seluruh wilayah operasi, anak perusahaan, dan supply chain mereka.
Rangkaian pertemuan tersebut merupakan bagian dari agenda kampanye keadilan iklim yang kini tengah diperkuat dan diperluas oleh BUND atau FoE Jerman beserta berbagai jaringan dalam rangka merespon perundingan final teks CSDDD yang diperkirakan akan mencapai kesepakatan pada awal tahun 2024. CSDDD akan menjadi bagian pertama dari Undang-Undang Uni Eropa yang akan mengamanatkan perusahaan untuk memiliki rencana transisi iklim, sebagai bagian penting dari kewajiban iklim (climate obligation). Jika perusahaan gagal mematuhi dan akibatnya terjadi kerusakan, mereka dapat dimintai pertanggungjawaban dan mendapatkan sanksi berat.
Pembahasan CSDDD telah dimulai inisiatifnya sejak Februari 2022 dan akan mulai berlaku pada paruh pertama tahun 2024. Negara-negara anggota Uni Eropa kemudian memiliki waktu dua tahun untuk mengubah CSDDD menjadi undang-undang nasional. Sementara itu, perusahaan-perusahaan besar diminta untuk segera mematuhinya, maksimal pada tahun 2027. Meskipun tahun 2027 terlihat masih cukup lama, namun perusahaan-perusahaan harus segera memulai perencanaan penerapannya sejak CSDDD disahkan pada 2024 nanti.
Momentum Penting Perluas Kampanye Gugatan Iklim Pulau Pari
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut, Eksekutif Nasional Walhi, Parid Ridwanuddin, yang terlibat dalam sejumlah pertemuan dengan Kementerian Ekonomi dan Lingkungan Hidup Jerman, serta Anggota parlemen dari Partai Hijau Jerman, mengatakan bahwa diskursus yang saat ini menjadi perbincangan publik luas di Eropa mengenai CSDDD penting dan sejalan dengan kampanye gugatan iklim Pulau Pari terhadap Holcim yang telah diluncurkan pada Februari tahun 2023 lalu.
“Walhi melihat bahwa perusahaan besar yang masuk dalam kelompok Carbon Major, seperti Holcim wajib dituntut karena mereka memiliki tanggung jawab yang besar telah memproduksi emisi lebih dari 7 miliar ton CO2 sejak tahun 1950 sampai tahun 2021, berdasarkan riset yang dipublikasi oleh HEKS. Lebih dari itu, Holcim wajib untuk taat dan tunduk pada undang-undang yang mewajibkan mereka untuk menyusun rencana transisi iklim sebagai bagian dari kewajiban iklim mereka,” ungkap Parid dalam sebuah konferensi internasional di Kota Berlin, yang bertajuk Hak Asasi Manusia dan perlindungan lingkungan dalam rantai nilai global, yang dihadiri oleh Menteri Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Internasional Jerman, Svenja Schulze.
Diskursus publik yang saat ini berkembang di berbagai negara di Eropa, Jerman khususnya, kata Parid, menjadi babak baru dalam kampanye gugatan iklim Pulau Pari karena CSDDD secara tegas mewajibkan perusahaan-perusahaan Eropa untuk memenuhi kewajiban iklim dalam bisnis mereka.
Secara umum, tambah Parid, industri semen bertanggungjawab atas sekitar 8% (delapan persen) emisi CO2 global tahunan, yang digambarkan oleh British Guardian sebagai “bahan yang paling merusak di bumi” setara dengan perusahaan industri batubara, minyak dan gas sebagai penyumbang emisi utama dunia. Oleh karena itu mereka disebut “Carbon Major”. Holcim saat ini mengoperasikan 266 pabrik semen dan stasiun penggilingan di berbagai negara di dunia, dan merupakan pemimpin pasar global untuk industri semen. Pada tahun 2021, Holcim memproduksi 200 juta ton semen.
Kompatibilitas Gugatan Iklim dan Mandat CSDDD
Di dalam CSDDD, disebutkan bahwa perusahaan wajib untuk taat dan tunduk pada kesepakatan iklim global, sebagaimana tertuang dalam Paris Agreement, yang menargetkan temperatur bumi tidak lebih dari 1,5 derajat celcius pada tahun 2030. Dalam konteks ini, gugatan iklim Pulau Pari sejalan karena menuntut Holcim untuk mengurangi emisi CO2 secara absolut sebesar 43% hingga tahun 2030, dibandingkan dengan nilai tahun 2019, dan 69% hingga tahun 2040.
Menurut Parid, secara global atau setidaknya di Eropa, gugatan iklim Pulau Pari yang menuntut Holcim untuk menurunkan emisi mendapatkan perhatian besar, karena hal ini menjadi preseden penting di mana empat orang yang berasal dari pulau kecil di Indonesia (global south) menuntut Holcim, sebuah perusahaan semen terbesar, untuk memenuhi kewajiban iklim sejalan dengan target global penurunan emisi CO2.
Lebih jauh, tanggung jawab iklim harus dilengkapi dengan kerangka hukum yang tegas dan menjadikannya sebagai kewajiban bagi berbagai perusahaan untuk mematuhi kewajiban ini. Hal itu penting karena perusahaan-perusahaan di Eropa mempunyai sejarah emisi yang sangat panjang.
Dalam hal ini, Parid menegaskan bahwa CSDDD penting dijadikan instrumen untuk memastikan keadilan iklim, termasuk perlindungan Hak Asasi Manusia, bagi Masyarakat di negara-negara selatan yang saat ini sedang berjuang melawan krisis iklim yang menenggelamkan pulau-pulau mereka, rumah mereka, dan masa depan mereka. (*)
Informasi lebih lanjut
Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut, Eksekutif Nasional WALHI, di parid.ridwanuddin@walhi.or.id
Keterangan foto: Parid Ridwanuddin sedang menjelaskan gugatan iklim Pulau Pari yang dilayangkan kepada Holcim. Lebih jauh, Parid juga menjelaskan dampak krisis iklim yang memperparah kerentanan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, di mana Masyarakat pesisir dan pulau kecil adalah kelompok yang paling menderita. Hadir dalam diskusi tersebut, Menteri Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Internasional, Svenja Schulze, yang berasal dari Partai Sosial Demokrat Jerman; serta Myriam Rapior, Wakil Presiden BUND. Keduanya menjadi pembicara dalam konferensi mengenai Hak Asasi Manusia dan perlindungan lingkungan dalam rantai nilai global.
Sumber foto: BUND/FoE Jerman