Kekerasan Infrastruktur PLTU Indramayu 2, Jepang Harus Menghentikan Investasi Energi Kotor

Indramayu, 13 Januari 2017. Koordinator Jatayu Desa Tegal Taman Sayid Muchlisin mengatakan hari jumat 13 januari 2017 salah seorang pemilik lahan resmi mendaftarkan permohonan keberatan proses bentuk dan besaran ganti kerugian No. 03/pdt.6/2017/PN.Idm atas rencana pembangunan PLTU Indramayu 2 mengatakan Rencana pembangunan PLTU Batubara Indramayu 2 berkapasitas 2 x 1000 MW yang akan berdiri diatas lahan 275,4 Ha di kecamatan Patrol dan Kecematan Sukra, kabupaten Indramayu jelas terlihat sangat dipaksakan. Keinginan Presiden JOKOWI terkait percepatan pembangunan infrastruktur ketenaga listrikan program 35.000 MW mengakibatkan tercerabutnya hak – hak dasar warga Negara atas tanah, air, udara lingkungan yang baik dan sehat. Pelaksanaan UU 2/2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pada prakteknya banyak menimbulkan masalah. Kenyataannya banyak pemilik tanah/pemegang hak atas tanah yang tanahnya diambil untuk keperluan proyek-proyek pembangunan tidak sepakat untuk menjual atau tidak sepakat dengan bentuk dan besarnya ganti kerugian yang akan diberikan kepada masyarakat yang terkena dampak. Harga ganti rugi telah ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Sehingga hak dan kepentingan rakyat pemilik tanah tidak mendapatkan perlindungan hokum. Kebanyakan dari pemilik lahan akhirnya sepakat karena takut dengan proses hokum dan kesulitan – kesulitan yang mungkin akan di hadapi. Yu Katem adalah seorang memiliki sawah seluas sekitar 1 hektar yang tidak mau dijual untuk pembangunan PLTU dengan harga berapapun. Karena PLTU jelas merusak lingkungan, kesehatan, ekonomi, dan social masyarakat di Desanya, berkaca pada PLTU 1 Yu katem melihat dampak yang terjadi di desanya. PLTU 1 saja masih banyak menyisakan persoalan lingkungan dan ekonomi masyarakat nelayan. Koordinator advokasi dan kampanye WALHI Jawa Barat, Wahyu widianto menjelaskan, Tidak ada alasan kuat bagi pemerintah melakukan pencabutan atau pelepasan hak secara sepihak dalam rencana pembangunan PLTU Batubara Indramayu 2. Pertama pencabutan atau pelepasan hak secara sepihak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah dalam keadaaan yang bersifat darurat seperti misalnya karena bencana alam atau kepentingan keamanan negara, pasokan listrik di Pulau Jawa berdasarkan RUPTL 2016 – 2014 berlebih (surplus) sehingga tidak ada keadaan darurat yang mengharuskan Negara mengambil alih kepemilikan masyarakat secara sepihak untuk pembangunan PLTU Batubara. Manajer perluasaan jaringan dan kampanye urban dan energy walhi nasional dwi sawung mengatakan” pembangun pltu batubara ini membuat kontrakdiksi dengan pengurangan emisi karbon yang diajukan pemerintah Indonesia di marakesh maroko November 2016. Emisi karbon dari pembangkit batubara sangat besar, batubara adalah sumber energy yang paling kotor”.

Jaringan listrik jawa-bali saat ini sudah kelebihan pasokan 30% jika pembangunan pltu sesuai dengan program 35ribu MW yang sebagian besar berupa pltu batubara maka ditahun 2019 jawa bali akan kelebihan pasokal listrik 80% dan biaya kelebihan beban tersebut akan ditanggung negara dan konsumen. Undang Undang Dasar 1945 menjamin dan menghormati Hak kepemilikan pribadi setiap orang dan tidak dapat diambil alih secara sewenang – wenang oleh siapapun termasuk oleh pemerintah. Apa yang dialami oleh keluarga Yu katem dan pak Temol adalah gambaran umum bagaimana kebijakan pemerintah lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi makro dan investasi asing sementara perekonomian mikro seperti para petani dan pekebun justru dimatikan dan menjadi tumbal pembangunan. Selain itu Undang - undang Dasar 1945 juga menjamin hak Setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Kami menilai apa yang dilakukan oleh PLN dan aparat keamanan dengan mendatangi rumah Yu Katem pada malam hari dengan alasan apapun telah melanggar hak konstitusional pemilik lahan mempertahankan tanah miliknya dengan rasa aman dan perlindungan hukum serta terbebas dari ancaman dan rasa ketakutan. Kami mendesak kepada pemerintahan JOKOWI agar segera meninjau dan menghentikan praktek pengambilan tanah – tanah masyarakat yang terkena proyek – proyek infrastruktur ketenaga listrikan secara sepihak oleh pemerintah maupun swasta. Selain itu kami juga mendesak agar pemerintahan JOKOWI tidak melanjutkan rencana pembangunan PLTU berbahan batubara karena ini jelas bertentangan dengan Undang – undang nomor 16 tahun 2016 tentang pengesahan paris agreement to the united nations framework convention of climate change. Kami juga mendesak Jepang melalui lembaga pemerintah(JICA& JBIC) dan swasta(marubeni, MUFG etc) yang tetap melakukan pembiayaan terhadap energy kotor yang ada di Indonesia untuk menghentikan pembiayaan mereka terhadap energy kotor tersebut . Saat ini yang sedang berjalan antar lain pltu batubara batang, pltu batubara lain yang sedang dalam proses Indramayu 2, Cirebon 2, tanjung jati b dll. PLTU batubara tersebut memiliki kapasitas yang sangat besar yang melebihi permintaan listrik, dimana sebagian besar pltu tersebut dimiliki oleh swasta dimana terpakai atau tidak terpakai listriknya harus tetap dibayar. Narahubung : Sayid Muchlisin (jaringan tanpa asap indramayu0 – 082317694605 Wahyu widianto (manajer kampanye dan advokasi walhi jawa barat) – 081320423076 Sawung (manajer perluasan jaringan dan kampanye urban dan energy walhi) - 08156104606