Koalisi Tegaskan Pengelolaan Sampah Nasional Harus Holistik

Jakarta, 27 Januari 2017 - Perwakilan para pemohon hak uji materil atas Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2016 yang mengatur percepatan PLTSa teknologi termal menyayangkan sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang tetap mendorong teknologi termal dalam pengelolaan sampah. Menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan uji materiil Perpres No. 18 Tahun 2016 pada bulan November lalu, KLHK mengundang para pemohon, BPPT dan para ahli teknis pada hari Kamis 26 Januari 2017. Sayangnya, para pemohon menganggap agenda pertemuan yang diinisiasi KLHK dan dihadiri tidak bertujuan mencari solusi pengelolaan sampah secara holistik. Justru dalam forum tersebut KLHK mencoba meyakinkan para pemohon bahwa PLTSa teknologi termal tetap dapat digunakan. Para penggugat yang diwakili oleh LBH Bandung, WALHI, ICEL, BaliFokus, YPBB, dan Nol Sampah serta seorang pemohon individu menegaskan kembali poin-poin gugatan dan secara simbolis menyerahkan dokumen permohonan uji materiil atas PerPres No. 18/2016. “Kami berharap Pemerintah mematuhi putusan ini, dan tidak mengeluarkan aturan baru yang secara substantif sama dengan peraturan yang telah MA perintahkan untuk dicabut. Perbuatan tersebut bisa dianggap perbuatan melawan hukum oleh penguasa,” ujar Fajri Fadhillah, Peneliti Divisi Pencemaran ICEL. KLHK yang diwakili oleh Sudirman, Direktur Persampahan, bersikukuh bahwa pengelolaan sampah dengan teknologi termal dibutuhkan terutama untuk daerah yang timbulan sampahnya sudah sampai lebih dari 1000 ton per hari. Menanggapi hal ini, Dwi Sawung dari Eksekutif Nasional Walhi menyatakan, “Pengelolaan sampah harus dilihat secara holistik dari hulu ke hilir, jangan hanya berfokus teknologi di belakang saja.” Sawung menambahkan, “Kota/kabupaten harus menggalakkan upaya-upaya pengurangan sampah di sumber. Perpres 18/2016 membuat semangat mengurangi sampah menjadi berkurang. Ini bertentangan dengan roh UU No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.” Lebih lanjut, para pemohon meminta KLHK untuk menggalakkan replikasi kisah-kisah sukses pengelolaan sampah dengan pendekatan 3R dan nirsampah (Zero Waste). Kota Bandung memberikan contoh yang baik bagaimana menekan produsen untuk menggunakan kemasan yang dapat diolah kembali ketika memberlakukan pelarangan penggunaan styrofoam.

Surabaya telah sukses menggalakkan pemilahan dan merintis pengomposan skala rumah tangga hingga 26 rumah kompos sejak tahun 2004, dengan reduksi sampah mencapai 37%. Salah satu perwakilan pemohon, Wawan Some dari Komunitas Nol Sampah, mengingatkan, “Surabaya pernah mengalami kegagalan dengan insinerator, harga Rp 33 Milyar namun tidak dapat digunakan dan dalam penerapannya tidak sesuai standar. Justru non-termal yang berhasil. Inisiatif-inisiatif seperti ini harus dipelihara dan dikembangkan.” Dalam kaitannya dengan pengelolaan sampah secara holistik, para pemohon mengingatkan KLHK untuk mengkonsultasikan Rancangan Perpres Kebijakan Strategi Nasional Sampah Rumah Tangga (Jakstranas) 2015 - 2025 kepada masyarakat luas. Dalam forum di atas, KLHK menyampaikan Raperpres Jakstranas sudah hampir selesai dan sedang menunggu pengesahan dari Presiden, namun enggan memberikan rancangan tersebut kepada para pemohon. “Pasal 96 Ayat (4) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengamanatkan agar setiap rancangan peraturan perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis. Saya rasa tidak perlu upaya hukum lagi untuk mengingatkan hal ini,” lanjut Arip Yogiawan dari LBH Bandung selaku kuasa hukum para pemohon.   Kontak:

  1. Dwi Sawung, WALHI, HP 08156104606 , email sawung@wp_walhi.local
  2. Arip Yogiawan, LBH Bandung/YLBHI, HP 081214194445, email [email protected]
  3. Fajri Fadhillah, ICEL, HP 0857-2024-6696, email [email protected]