slot terbaikcapcut88pastigacor88slot thailandslot pulsaslot pulsaslot gacor hari inislot pulsaslot danaslot gacor hari inislot gacor terbaikslot gacor maxwinslot gacor 2024slot gacor resmislot pulsaslot gacor 2024slot gacor hari inislot gacor terbaikslot pulsaslot gacor terbaikslot gacor hari inislot danaslot gacor terpercaya
Konflik dan Kekerasan Pada Pejuang Lingkungan dan Agraria Terus Terjadi di Masa Pandemi Korona | WALHI

Konflik dan Kekerasan Pada Pejuang Lingkungan dan Agraria Terus Terjadi di Masa Pandemi Korona

Siaran Pers

Konflik dan Kekerasan Pada Pejuang Lingkungan dan Agraria
Terus Terjadi di Masa Pandemi Korona

 Jakarta, 03 April 2020 – Lambatnya pemerintah merespon pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) menyebabkan virus menyebar dengan cepat dan merata di seluruh Indonesia. Menyebarnya Covid-19 melahirkan kekhawatiran dan kepanikan warga akan ancaman keselamatan jiwa. Ancaman serius virus membuat banyak pihak termasuk negara abai terhadap persoalan pokok lainnya, seperti konflik agraria dan sumber daya alam. Pengabaian ini dimanfaatkan oleh korporasi dan oknum aparat negara untuk melakukan represi dan kekerasan. Sepanjang masa darurat nasional pandemi Covid-19 mulai Maret hingga awal April 2020, terjadi penangkapan, pembunuhan, penggusuran, kekerasan dan tindakan intimidatif lain terhadap warga yang memperjuangkan tanah dan kehidupannya. Mereka yang menjadi korban merupakan tulang punggung kedaulatan pangan yang seharusnya dilindungi karena menjadi penolong saat darurat pandemi seperti saat ini.

Beberapa ringkasan kasus kriminalisasi, kekerasan dan tindakan intimidatif yang dialami warga karena situasi konflik agaria dan lingkungan hidup sepanjang Maret s/d awal April 2020 dapat dilihat dari uraian di bawah:

  • Kriminalisasi masyarakat Desa Penyang dan masyarakat Desa Tanah Putih, Kalimantan Tengah. Pada 7 Maret 2020 sekitar pukul 02.30 WIB, kurang lebih 15 polisi memasuki Mess WALHI untuk menangkap James Watt dkk. Tidak lama berselang mereka langsung dibawa ke Kalimantan Tengah dan ditetapkan sebagai tersangka. Penangkapan ini diduga merupakan skenario jahat PT. Hamparan Masawit Bangun Persada guna menghentikan perlawanan warga. Konflik antara warga dan perusahaan terjadi sejak tahun 2006. Tanah warga seluas 117 hektar dirampas oleh perusahaan. Tanah ini berada di luar HGU dan IUP perusahaan;
  • Pembunuhan dua petani di Lahat, Sumatera Selatan. Konflik agraria bermula dari perampasan lahan warga dengan kedok jual beli. Tanah seluah 180,36 hektar dibeli PT. Artha Prigel dari oknum masyarakat dengan harga total dua puluh lima juta rupiah. Proses peralihan dilakukan secara paksa dengan bantuan oknum aparat negara dalam kurun waktu 1993 s/d 2003. Kondisi kemiskinan dan kesulitan membuat warga sadar dan berupaya untuk merebut tanahnya kembali. Pada penghujung 2018, warga desa membentuk Forum Pemuda Pemudi Pagar Batu (FP3B) sebagai wadah perjuangan. Pasca wadah perjuangan tersebut dibentuk, mereka melakukan berbagai upaya mulai dari demonstrasi hingga pertemuan dengan berbagai pihak. Pada 21 Maret 2020, dua orang petani Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat bernama Suryadi (40 tahun/ laki) dan Putra Bakti (35tahun/ Laki) dibunuh oleh petugas keamanan PT. Artha Prigel. Dalam peristiwa pembunuhan ini, Polisi berada di lokasi dan tidak melakukan langkah pengamanan pada warga. Polisi yang berada di lokasi justru berada bersama barisan keamanan perusahaan;
  • Penutupan Tenda Perjuangan Tumpang Pitu, Jawa Timur. Tenda Perjuangan Tumpang Pitu merupakan ‘simbol’ dari konsistensi warga Tumpang Pitu dan Salakan menolak masuknya tambang emas di lokasi tersebut. Tenda perjuangan telah didirikan sejak 5 Januari 2020 untuk melawan perluasan tambang emas dari Gunung Tumpang Pitu ke Gunung Salakan. Pada 26 Maret 2020, terjadi upaya penutupan tenda tersebut. Warga menolak dan mengatakan kalau tenda perjuangan ditutup maka tambang juga harus ditutup. Upaya penutupan tenda dilakukan dengan dalih mencegah penyebaran covid-19. Namun aktifitas perusahaan dan lalu lintas pekerja tambang dari berbagai daerah justru dibiarkan. Pembubaran ini patut diduga karena terganggungnya kegiatan pertambangan. Aparat keamanan membubarkan paksa aksi warga tolak tambang pada Jumat sore, 27 Maret 2020. Bentrokan terjadi dan situasi semakin memanas ketika sejumlah orang yang dianggap pro tambang ikut memprovokasi warga tolak tambang. Kericuhan terus terjadi hingga Jumat malam;
  • Pembakaran Tanaman Mangrove Warga Penerima Izin Perhutanan Sosial, Sumatera Utara. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kelompok Tani Nipah di  Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat mendapatkan  izin swakelola secara penuh di kawasan hutan produksi seluas 242 hektar di ekosistem mangrove. Mirisnya, adanya legalitas perizinan tidak membuat mereka mendapat perlindungan. Pada Kamis, 26 Maret 2020, tanaman mangrove yang dikelola warga dibakar diduga oleh oknum pekerja perusahaan perkebunan sawit. Selain itu, kepolisian dan penegak hukum lain juga melakukan pembiaran aktivitas perkebunan sawit ilegal seluas 64 hektar dilokasi yang sama. Kejadian ini mengakibatkan upaya rehabilitasi ekosistem yang dilakukan Kelompok Tani Nipah gagal.
  • Polisi Kawal Korporasi Merobohkan Pondok Penyimpan Padi di Sumatera Selatan. Pada 2 April 2020, Pihak PT. MAR mendatangi lahan milik Kelompok Tani Mafan di Desa Sedang, Kecamatan Suak Tapeh, Kabupaten Banyuasin. Puluhan orang perusahaan didampingi aparat kepolisian hendak menggusur pondok-pondok petani yang diduga akan dijadikan kebun sawit. Petani yang bersiap memanen padi berusaha menghalangi pihak perusahaan yang akan menggusur pondok. Pihak perusahaan pun tak menggubris dan merobohkan paksa pondok petani. Terdapat tiga pondok tempat penyimpanan padi yang dirusak. Pada masa ancaman krisis pangan, kepolisian justru melakukan tindakan buruk dengan mengawal perusakan lahan dan sarana pertanian.

Berdasarkan situasi di atas, WALHI mendesak Presiden Joko Widodo:

  • Memerintahkan kepolisian untuk menghentikan penyalahgunaan wewenang dalam situasi krisis;
  • Memerintahkan kepada kepolisian melindungi warga, bukan berpihak kepada perusahaan;
  • Memberikan hukuman bagi oknum aparat negara yang terlibat dalam upaya kriminalisasi dan represi pejuangan lingkungan hidup dan agraria;
  • Memerintahkan kepada Menteri ATR/ Kepala BPN, Menteri LHK, Menteri Pertanian dan Kepala Daerah untuk memberikan jaminan keselamatan warga dari kondisi konflik agraria dan sumber daya alam; dan
  • Memberikan hukuman pada korporasi-korporasi yang menyalahgunakan situasi krisis untuk melakukan kriminalisasi, kekerasan, perusakan dan perampasan lahan warga.

Narahubung:

Wahyu A. Perdana 082112395919
(Manajer Kampanye Pangan Air & Ekosistem Esensial Eksekutif Nasional WALHI)