Kualitas Udara Jakarta Terus Memburuk! Warga Resmi Gugat Gubernur, Menteri hingga Presiden

Jakarta, 4 Juli 2019. Kualitas udara Jakarta kian memburuk di ulang tahunnya yang ke-492. Selama dua pekan terakhir, di antaranya dari 19-27 Juni, Jakarta beberapa kali menempati kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan AQI (indeks kualitas udara) kategori “tidak sehat” dan sudah melebihi baku mutu udara ambien harian (konsentrasi PM 2,5 melebihi 65 ug/m3). Data kualitas udara tersebut terlihat di aplikasi pemantau udara Air Visual. Aplikasi ini merekam data dari dua stasiun pemantau milik Kedutaan Besar Amerika Serikat, satu stasiun milik BMKG, serta empat alat Air Visual (di Pejaten, Rawamangun, Mangga Dua dan Pegadungan). Melihat kegentingan ini, sejumlah individu akhirnya secara resmi melayangkan gugatan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS) kepada sejumlah lembaga pemerintahan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan untuk menuntut hak mendapatkan udara bersih. Terdapat tujuh tergugat. Mereka adalah Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, serta turut tergugat Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten . Istu Prayogi, salah satu penggugat, mengatakan buruknya udara Jakarta berdampak besar bagi kondisi kesehatannya. Istu merupakan warga Depok, yang menghabiskan 30 tahun bekerja di Jakarta.

“ Dokter memvonis bahwa paru-paru saya terdapat bercak-bercak, dan menyatakan bahwa paru-paru saya sensitif terhadap udara tercemar. Dokter kemudian menyuruh saya selalu memakai masker karena saya sensitif terhadap udara kotor. Hal itu sangat tidak nyaman dan mengganggu aktifitas dan kerja saya. Saya yakin di luar sana banyak warga yang mengeluhkan hal yang sama dan menderita penyakit yang serupa dengan saya. Untuk itu saya mengajak kita semua untuk melakukan gugatan ini bersama-sama, karena kita semua punya hak yang sama untuk menghirup udara sehat ” katanya. Penggugat lainnya Leona, mengaku aktivitasnya terganggu karena polusi udara Jakarta. Apalagi, ia merupakan kelompok rentan yang memang memiliki penyakit pernapasan. “Saya harus siap sedia ventolin dan masker N95. Selain berat karena perasaan tidak nyaman yang timbul saat penyakit saya kambuh, juga berat dari segi biaya. Saya kan bukan orang berpenghasilan tapi harus rela keluar uang lebih buat nebulizer karena tidak ditanggung BPJS, dan juga untuk membeli masker N95 yang terbilang mahal. Saya berharap, akan ada penanggulangan dari peristiwa ini oleh pemerintah. Sebab, masyarakat punya hak atas udara yang bersih dan pemerintah wajib memenuhinya. Saya dan seluruh masyarakat yang tinggal maupun sehari-hari bekerja di Jakarta ingin ada perubahan kualitas udara,” tegasnya.

Sejak tanggal 14 Maret s.d. 14 April 2019, LBH Jakarta dan YLBHI yang merupakan salah satu bagian dari TIM ADVOKASI IBU KOTA telah membuka Pos Pengaduan Online Calon Penggugat untuk mengajak masyarakat yang merasa dirugikan akibat pencemaran udara untuk turut serta menjadi calon penggugat dalam gugatan warga negara (citizen lawsuit) terkait pencemaran udara di Jakarta yang sudah melewati ambang batas. Setelah melewati syarat kelengkapan administrasi dan pengukuhan komitmen calon penggugat, saat ini total sebanyak 31 orang menjadi penggugat. Mereka merupakan warga yang sehari-hari beraktivitas di Jakarta dari berbagai profesi dan latar belakang. Gugatan ini mendapat dukungan 1078 warga, melalui petisi dalam situs www.akudanpolusi.org. Polusi udara Jakarta juga viral di media sosial. Warganet mengunggah foto dengan situasi polusi udara di sekitar mereka dengan tagar #SetorFotoPolusi. KLHK menyatakan bahwa sumber pencemar udara pada kategori PM (Particulate Matter atau debu) di Jakarta berasal dari sektor transportasi sebesar 70%, pada Maret 2019 [1]. Sedangkan berdasarkan riset inventory pada tahun 2012 hasil kompilasi data oleh ICEL, transportasi sebagai sumber pencemar berkontribusi sebesar 47% [2]. Sementara, Gubernur Anies Baswedan mengatakan bahwa tingkat kemacetan di kota Jakarta turun sebanyak 8% di tahun 2018 [3]. Namun, hal tersebut ternyata tidak memperbaiki kualitas udara di ibukota, data alat pantau Kedutaan Besar AS di tahun 2018 menunjukan jumlah hari tidak sehat meningkat 2 kali lipat dibandingkan tahun 2017 [4].

Catatan editor: http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/1831 https://icel.or.id/wp-content/uploads/Brief-Inventarisasi-emisi-udara-jakarta-OK.pdf https://news.detik.com/berita/d-4589136/pemprov-dki-banggakan-tingkat-kemacetan-jak 
arta-turun-8-di-2018 https://airnow.gov/index.cfm?action=airnow.global_summary#Indonesia$Jakarta_South https://airnow.gov/index.cfm?action=airnow.global_summary#Indonesia$Jakarta_Central

Kontak Media : Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia, 08118188182 Tubagus Achmad, Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, 085693277933
Ayu Eza Tiara, Pengacara Publik LBH Jakarta, 08211134022