Masa Depan Suram Membayangi Lingkungan Hidup di Tangan DPR RI 2019-2024

Siaran Pers WALHI atas Pelantikan DPR RI 2019-2024
 
Jakarta, 2 Oktober 2019-Kemarin (1 Oktober 2019), sebanyak 575 orang anggota DPR RI dan 136 orang anggota DPD RI periode 2019-2024 dilantik. Dari 575 orang anggota DPR yang dilantik untuk periode 2019-2024, sebanyak 50,26 persen merupakan angota petahana. Pelantikan anggota DPR dan DPD RI ini merupakan sebuah proses awal untuk menguji sejauhmana komitmen politik dapat dijalankan oleh para wakil rakyat dalam memperjuangkan agenda rakyat dan penyelamatan lingkungan hidup dan ruang hidup rakyat.
 
Dengan bacaan situasi politik Indonesia yang dipicu oleh praktik politik buruk yang melakukan korupsi reformasi oleh DPR 2014-2019, yang memicu pada meningkatnya eskalasi politik dan berujung pada jatuhnya korban dari masyarakat sipil. UU KPK, UU Sumber Daya Air, dan UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, lahir dari sebuah kinerja dan praktik politik anggota DPR RI petahana yang berdampak buruk terhadap rakyat, ruang hidup rakyat dan lingkungan hidup dan memicu kemarahan publik, karena mereka memangkas hak-hak rakyat untuk dilibatkan dalam proses lahirnya sebuah kebijakan politik yang terkait dengan hajat hidup orang banyak. Sementara kebijakan yang diharapkan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat melalui RUU Masyarakat Adat nyaris tertutup rapat.
 
Dari 575 orang anggota DPR RI yang dilantik hari ini, sebagian besar tidak memahami problem struktural lingkungan hidup dan sumber daya alam. Fakta ini mungkin tidak mengkhawatirkan jika partai politik memiliki visi misi dan agenda penyelamatan lingkungan hidup. Sayangnya, 9 partai politik yang saat ini melenggang ke Senayan, nyaris dikatakan tidak memiliki visi misi dan agenda lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan bagi rakyat.
 
Khalisah Khalid, Koordinator Desk Politik Eksekutif Nasional WALHI menyatakan bahwa “agenda penyelamatan lingkungan hidup semakin suram ke depan, karena anggota DPR 2019-2024 “wajah baru” juga akan berhadapan dengan “status quo”, yakni penguasa politik yang sekaligus menjadi penguasa ekonomi dan para oligarki yang telah duduk sebelumnya di gedung parlemen. Sebagaimana yang juga kita ketahui bersama bahwa hampir separuh legislator yang duduk di parlemen adalah pebisnis. Kekhawatiran publik semakin besar dengan adanya konflik kepentingan dalam proses legislasi ke depan, mengingat sejumlah RUU disiapkan untuk menyokong investasi industri ekstraktive seperti RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Perkelapasawitan. Terlebih, partai politik dominan hari ini bagian dari oligarki yang melanggengkan praktik pelanggaran HAM, penghancuran lingkungan hidup dan ruang hidup rakyat.
 
 
Kita tahu bahwa masa transisi ini merupakan masa transisi terburuk, karena itulah rakyat bergerak turun ke jalan. Anggota DPR 2019-2024 harusnya belajar dari gerakan protes rakyat yang terus membesar, karena rakyat merasa telah dikhianati oleh para wakilnya di Senayan dan muak dengan politik representasi yang mengabaikan suara rakyat. Demonstrasi dan turun ke jalan merupakan cara rakyat mendidik penguasa agar tidak semena-mena memperlakukan rakyat dengan mengeluarkan kebijakan politik yang serampangan. Anggota parlemen yang baru saja dilantik harus mengingat itu. Bahwa rakyat harus dilibatkan dalam proses lahirnya kebijakan yang memiliki berdampak pada rakyat dan lingkungan hidup.
 
“Akhirnya, dengan kenyataan partai politik dominan yang ada hari ini absen dalam menyuarakan agenda lingkungan hidup dan rakyat, maka ke depan yang harus diperjuangkan bersama oleh gerakan rakyat adalah bagaimana mendorong lahirnya kekuatan politik alternative yang memiliki agenda lingkungan hidup dan kerakyatan, dengan membenahi sistem politik dan pemilu, diantaranya dengan merevisi UU Pemilu”, ujar Khalisah menutup siaran pers ini.