Masyarakat Sipil Desak Pertamina Segera Buka Data Lengkap Sumur YYA-1 dan Kondisi Blok ONWJ

Siaran Pers Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (KORMAS)

Jakarta, 18 September 2019. Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (KORMAS) hari ini (18/9) menggelar aksi damai di Kantor Pusat Pertamina (Persero) untuk mendesak perusahaan milik negara ini segera membuka data lengkap sumur YYA-1. Sumur YYA-1 diketahui mengalami kegagalan operasional, bocor (blow out) tidak terkendali, yang menyebabkan tumpahan minyak (oil spills) sejak 12 Juli 2019 lalu. Sampai saat ini Pertamina masih berupaya mematikan sumur petaka tersebut secara permanen. Dalam aksi ini, KORMAS juga meminta Pertamina untuk jujur dan segera membuka informasi mengenai kondisi sumur-sumur lain dan kelayakan operasional yang dijalankan Pertamina Hulu Energi (PHE) di Blok Offshore North West Java (ONWJ).

Bagus, Koordinator Aksi KORMAS sekaligus aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, menyatakan bahwa masyarakat sipil hingga saat ini telah melayangkan dua kali surat permohonan informasi kepada pihak Pertamina agar membuka data sumur YYA-1 secara lengkap [1]. Permohonan informasi tersebut dilakukan dengan mekanisme Pasal 22 UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Surat pertama telah kami sampaikan pada 7 Agustus 2019, hanya saja pada 20 Agustus lalu PT Pertamina (Persero) menyatakan tidak menguasai informasi yang dimintakan, untuk itu KORMAS melayangkan kembali permohonan informasi yang kedua termasuk kepada PHE pada 30 Agustus 2019, tapi sampai saat ini belum ada jawaban tertulis yang kami terima,” tuturnya.

Yuda, aktivis Forum Komunikasi DAS Citarum (forkadasC+), menegaskan bahwa untuk mengungkap akar dan penyebab utama petaka bocornya sumur YYA-1 di perairan lepas pantai Karawang haruslah dimulai dengan mengaudit Pertamina. Pasalnya, dampak dari tumpahan minyak sumur YYA-1 milik PHE ini luas sekali. Sebanyak 10.271 ribu warga pesisir di tiga provinsi termasuk nelayan dinyatakan terdampak [2] serta 54.670 hektar laut Karawang dan sekitar 77.713 pohon mangrove di zona pasang surut saat ini tercemar [3]. Petaka ini harus diusut tuntas dan untuk itu audit terhadap Pertamina adalah langkah awal yang perlu ditempuh.  “Untuk mengaudit Pertamina semua pihak termasuk masyarakat sipil tentunya membutuhkan data yang diminta agar proses audit dapat berlangsung dengan benderang dan juga terbuka. Jadi kita tidak mau ‘mulai dari nol’. Pemerintah harus berani mulai dengan mengaudit Pertamina,” tegas Yuda.

Sawung, pengkampanye WALHI, menyampaikan bahwa Pertamina dapat menghadapi potensi gugatan hukum yang serius apabila menutup-nutupi informasi dan fakta penting yang diperlukan oleh pihak-pihak terkait termasuk publik untuk mengungkap akar dan penyebab utama petaka sumur YYA-1 di blok ONWJ. “Jajaran Pertamina termasuk SKK Migas dan Kementerian ESDM juga dapat terjerat pasal-pasal pidana kejahatan yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), jika terbukti tidak memberikan informasi yang benar atau berusaha menyembunyikan ataupun menghilangkan informasi yang dibutuhkan untuk pengungkapan kebenaran,” jelas Sawung.

Arifsyah Nasution, Jurukampanye Greenpeace turut menegaskan bahwa pengungkapan data lengkap sumur YYA-1 dan informasi mengenai kondisi sumur-sumur lain dan kelayakan operasional yang dijalankan Pertamina Hulu Energi (PHE) di Blok Offshore North West Java (ONWJ) adalah bagian dari pertanggungjawaban penuh Pertamina dan anak perusahaannya atas petaka dan dampak luas yang terjadi. Disamping itu, Pertamina juga harus segera menyusun strategi dan rencana aksi pemulihan lingkungan secara menyeluruh, yang perlu disusun dengan kajian mendalam dan terbuka, serta diumumkan kepada publik agar secara luas dapat diawasi.

Fikerman Saragi, Staf Advokasi dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menambahkan, hingga hari ini nelayan dan perempuan nelayan tidak bisa lagi melaut karena lautnya tercemar. Masyarakat bahari mengalami penurunan pendapatan drastis sebanyak 80% pasca lautnya tercemar, baik nelayan dan perempuan nelayan akhirnya hanya menunggu Pertamina untuk melakukan aksi pemulihan. Selain itu, Pertamina telah melanggar hak konstitusional masyarakat bahari seperti yang diakui dalam Putusan MK No. 3 tahun 2010 untuk mendapatkan laut yang bersih dan sehat dengan terus mencemari laut Indonesia. Kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh Pertamina seharusnya disikapi secara tegas oleh negara, mengingat Pertamina telah lebih dari lima kali melakukan pencemaran di laut Indonesia.

SELESAI

*Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (KORMAS) terdiri dari forkadasC+, ICEL, JATAM, KIARA, Greenpeace Indonesia,Trend Asia, WALHI Nasional, WALHI Jabar, Walhi Jakarta, YLBHI, KNTI.

Link foto tumpahan minyak:
https://media.greenpeace.org/collection/27MZIFJ892YSD

Catatan Editor:
[1] Salinan Surat Permohonan Informasi tertanggal 7 Agustus 2019 oleh KORMAS yang diwakili oleh KIARA dan WALHI kepada Pertamina terkait Sumur YYA-1 dapat diunduh di sini. Surat dengan substansi yang sama dikirimkan kembali pada tanggal 30 Agustus 2019.
[2] Baca: https://www.antaranews.com/berita/1057360/dana-kompensasi-warga-terdampak-minyak-pertamina-sesuai-pendataan-kkp
[3] Baca: https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2019/09/14/peringatan-hut-karawang-ke-386-diwarnai-unjuk-rasa-terkait-pencemaran-minyak-mentah

Narahubung Media:
Ki Bagus Hadi Kusuma, Kepala Jaringan & Simpul Belajar JATAM, 0857-8198-5822
Dwi Sawung, Pengkampanye Energi dan Perkotaan WALHI Nasional, 0815-6104-606
Yuda Febrian Silitonga, Sekretaris Umum Forum Komunikasi Das Citarum (forkadasC+), 089648924962
Arifsyah Nasution, Jurukampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara, 0811-1400-350
Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA, +6282111727050