Siaran Pers
Banjarmasin, 13 Juli 2020 – Tetap dilaksanakannya pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dan RUU lainnya adalah wujud kebrutalan Pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya.
Koalisi masyarakat sipil Kalimantan Selatan yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) Kalsel menolak dan mengutuk tindakan Pemerintah yang tetap membahas Omnibus Law yang masif penolakannya di berbagai daerah.
Seperti kita ketahui bersama di tengah pandemi seperti ini banyak masyarakat yang dipaksa meninggalkan pekerjaannya. Alih-alih diayomi negara dengan suplai kebutuhan pokok yang mumpuni, rakyat malah “dicuri” melalui Omnibus Law.
Melihat kondisi demokrasi yang semakin memburuk seperti ini, sangat niscaya rakyat bersuara lantang kembali turun ke jalan melakukan penolakan dan menyampaikan tuntutan. Ada tiga aspek kenapa kita perlu melakukan penolakan terhadap Omnibus Law yaitu; aspek hukum, aspek kemanusiaan dan aspek lingkungan. Poin-poinnya sebagai berikut:
- Penyusunan RUU dinilai cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup tanpa partisipasi masyarakat sipil dan mendaur ulang pasal inkonstitusional
- Satgas Omnibus Law yang menyusun naskah akademiknya bersifat elitis dan tidak mengakomodasi masyarakat yang terdampak keberadaan RUU Omnibus Law.
- Terdapat sentralisme kewenangan apabila RUU Omnibus Law disahkan. Kebijakan menjadi ditarik ke pemerintah pusat dan hal itu dinilai mencederai semangat reformasi.
- Celah korupsi dapat melebar akibat mekanisme pengawasan yang dipersempit dan penghilangan hak gugat oleh rakyat.
- perampasan dan penghancuran ruang hidup rakyat.
- Menerapkan perbudakan modern lewat sistem fleksibilitas tenaga kerja berupa legalisasi upah di bawah standar minimum, upah per jam dan perluasan kerja kontrak outsourcing.
- Potensi PHK massal dan memburuknya kondisi kerja.
- Membuat orientasi sistem pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja murah.
- RUU Omnibus Law dinilai melegitimasi investasi perusak lingkungan, mengabaikan investasi rakyat dan masyarakat adat yang dinilai lebih ramah lingkungan.
- Tidak menaruh ruang perlindungan pada hak warga negara atas lingkungan yang baik dan sehat.
- Percepatan krisis lingkungan hidup akibat investasi yang meningkatkan pencemaran lingkungan, bencana ekologis dan kerusakan lingkungan
Dari alasan-alasan diatas, sudah terlampau cukup menjadi amunisi gerakan perlawanan rakyat terhadap upaya pengkhianatan reformasi dan upaya mengembalikan sentralisme kekuasan didukung kekuatan militer dan aparat penegak hukum yang kita ketahui mulai menduduki jabatan strategis Pemerintahan.
Dengan demikian FRI Kalsel dengan tegas kembali menyatakan tuntutan sebagai berikut:
- DPRD Kalimantan Selatan memberi tekanan kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota secara resmi untuk ikut melakukan penolakan terhada Omnibus Law
- DPRD Kalimantan Selatan memberi tekanan kepada Eksekutif Daerah dalam hal ini Gubernur Kalimantan selatan agar menolak Omnibus Law dengan pernyataan resmi.
- DPRD Kalimantan Selatan memberi tekanan kepada anggota DPR RI Dapil Kalsel agar menolak Omnibus Law dengan pernyataan resmi
- DPRD Kalimantan Selatan harus memfasilitisasi masyarakat sipil dalam hal ini Fraksi Rakyat Indonesia Kalimantan Selatan dalam dialog virtual resmi dengan DPR RI Dapil Kalsel, DPD RI, dan Gubernur Kalimantan Selatan serta meminta sikap resminya terhadap Omnibus Law paling lambat tanggal 15 Juli 2020.
Tentang Fraksi Rakyat Indonesia Kalimantan Selatan
Rakyat Kalimantan Selatan, Mahasiswa, Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK), DEMA UIN Antasari, BEM - KM UMB, BEM UNISKA, BEM ULM, BEM STIHSA, BEM F-MIPA ULM, DPM FH ULM, HMI Cabang Banjarbaru, GMNI Banjarbaru, IMM Banjarmasin, Petani, WALHI Kalsel.