slot terbaikcapcut88pastigacor88slot thailandslot pulsaslot pulsaslot gacor hari inislot pulsaslot danaslot gacor hari inislot gacor terbaikslot gacor maxwinslot gacor 2024slot gacor resmislot pulsaslot gacor 2024slot gacor hari inislot gacor terbaikslot pulsaslot gacor terbaikslot gacor hari inislot danaslot gacor terpercaya
Menjelang Putusan Kasasi CLS Udara, Kualitas Udara Jakarta Semakin Memburuk Akibat Pemerintah Tidak Menjalankan Putusan Pengadilan | WALHI

Menjelang Putusan Kasasi CLS Udara, Kualitas Udara Jakarta Semakin Memburuk Akibat Pemerintah Tidak Menjalankan Putusan Pengadilan

Rilis

Jakarta, 8 Agustus 2023. Tahun ini merupakan tahun kedua kemenangan gugatan Citizen Law Suit (CLS) atas pencemaran udara yang diputus di Pengadilan Negeri Jakarta pada 16 September 2021. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat pada tanggal 17 Oktober 2022. Namun bukannya melaksanakan putusan pengadilan, Presiden Republik Indonesia dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan lebih memilih mengajukan kasasi pada awal Januari tahun ini.

Menjelang putusan kasasi CLS Udara, kualitas udara Jakarta semakin mengkhawatirkan. Dua bulan terakhir, Jakarta sempat menempati urutan pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia versi data dari situs IQAir. Dari situs tersebut, diketahui indeks kualitas udara di Jakarta berada pada level 124 AQI US dengan polutan utama udara di Jakarta adalah PM 2.5 dengan konsentrasi 45 ug/m3 pada Selasa (8/8/2023) lalu. Nilai ini 9 kali lebih tinggi dari standar kualitas ideal WHO yang memiliki bobot konsentrasi PM 2,5 antara 0 sampai 5 mikrogram per meter kubik.

Kondisi udara hari ini menjadi fakta bahwa Pemerintah tidak memiliki keseriusan dalam upaya mengatasi perbaikan kualitas udara. Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (IBUKOTA) juga menyayangkan dan mengkritik respon PJ Gubernur yang menganggap enteng persoalan pencemaran udara hari ini. Padahal paparan PM 2.5 dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit, tidak hanya kepada masyarakat secara umum namun juga masyarakat secara khusus yang rentan terhadap polusi udara.

Dalam putusan CLS Pencemaran Udara tingkat pertama, Majelis Hakim secara terang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia alias Joko Widodo bersama tiga menterinya dinyatakan telah lalai menjalankan kewajiban dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pemerintah juga telah mengakibatkan kualitas udara di DKI Jakarta menjadi buruk sehingga Para Penggugat CLS dan masyarakat Ibu Kota lainnya mengalami kerugian berupa munculnya pelbagai penyakit yang berhubungan dengan pencemaran udara Jakarta.

Hak atas udara bersih merupakan bagian dari hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak untuk hidup sehat, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 65 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 9 Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Maka atas pencemaran udara hari ini, Negara merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak atas udara bersih.

Koalisi IBUKOTA menilai kondisi udara yang semakin memburuk ini sudah seharusnya menjadi pertimbangan oleh Majelis Hakim bahwa Para Tergugat, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia, tidak memiliki itikad baik untuk memperbaiki kualitas udara yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Yuyun Ismawati, salah satu Penggugat dalam gugatan CLS Udara berpendapat bahwa, “Polusi udara Jakarta tidak memandang kelas sosial. Semua warga berisiko menghirup polutan, termasuk calon bayi dalam kandungan dan balita. Tumbuh kembang mereka juga ditentukan oleh kualitas udara yang dihirup. Untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia, negara harus memenuhi hak warga untuk hidup di lingkungan yang sehat.”

Semakin buruk kualitas udara, maka akan semakin besar pula dampak yang akan dialami masyarakat seperti iritasi saluran pernapasan, peningkatan risiko ISPA, risiko asma, penyakit jantung hingga risiko kanker. Situasi ini menurunkan pula kualitas pemenuhan hak lain, tidak terbatas pada pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang layak.

Atas dasar itu, maka Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (IBUKOTA), menyatakan dan mendesak:

  1. Presiden Republik Indonesia agar segera mengambil tindakan nyata untuk menuntaskan permasalahan pencemaran udara dan berhenti menunda tanggung jawab dengan menggunakan upaya hukum;
  2. Menteri LHK untuk melakukan supervisi terhadap PJ Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi-provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat;
  3. Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja PJ Gubernur DKI Jakarta dalam pengendalian pencemaran udara;
  4. Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan inventarisasi terhadap mutu udara ambien, menetapkan status mutu udara ambien daerah setiap tahunnya dan mengumumkannya kepada masyarakat, serta menyusun dan mengimplementasikan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara dengan mempertimbangkan penyebaran emisi dari sumber pencemar;
  5. Menteri Kesehatan untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI Jakarta yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan PJ Gubernur DKI dalam penyusunan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara;
  6. Majelis Hakim untuk memutus perkara seadil-adilnya dengan meninjau segala fakta hukum yang ada baik selama berjalannya proses kasasi maupun fakta hukum lainnya.
  7. Mengajak masyarakat yang domisili maupun beraktifitas di Jakarta agar untuk melakukan mitigasi polusi udara, seperti menggunakan masker, ds

Jakarta, 9 Agustus 2023

Hormat Kami
TIM ADVOKASI GERAKAN IBUKOTA

Narahubung:

  1. Muhammad Isnur (081510014395)
  2. Citra Referandum (085774798749)
  3. Natalia Naibaho (082386042989)
  4. Alghiffari Aqsa (081280666410)
  5. Suci Fitria Tanjung (08561111356)
  6. Ahmad Ashov (08111757246)