NO di Jakarta, menang di Aceh

Siaran Pers Gerakan Masyarakat Sipil Aceh April 11 2019 Ribuan mahasiswa melakukan demonstrasi di depan kantor guberner Aceh menuntut pencabutan izin tambang PT. Emas Mineral Murni (PT EMM). Aksi yang telah berlangsung selama tiga hari menjelang putusan gugatan warga dan WALHI di PTUN atas terbitnya IUP Produksi tambang emas PT EMM merupakan aksi terbesar yang dilakukan mahasiswa Aceh dalam waktu satu dekade terakhir. Mahasiswa menyuarakan penolakan mereka dan  masyarakat di area terdampak tambang PT EMM karena berpotensi merusak lingkungan dan mengancam keselamatan masyarakat. Sebagian dari wilayah konsesi tambang berada di dalam area hutan lindung.

 width=

Jika dilihat lagi para kronologis pemberian izin pada PT EMM merupakan pelecehan terhadap UU Pemerintahan Aceh. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPR Aceh) Nomor 29/DPRA/2018 pada 6 November 2018 menyatakan bahwa izin usaha pertambangan operasi produksi Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal RI (BKPM RI) pada 19 Desember 2017 bertentangan dengan kewenangan Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pada pasal 156 menyatakan bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota mengelola sumber daya alam di Aceh, termasuk pertambangan mineral, sesuai dengan kewenangannya serta menerapkan prinsip transparansi dan pembangunan berkelanjutan. DPR Aceh merekomendasikan BKPM RI untuk mencabut izin tersebut dan meminta Gubernur Aceh untuk membentuk tim khusus yang melibatkan DPR Aceh untuk melakukan upaya hukum terhadap izin tersebut. Pada sidang-sidang di PTUN Jakarta juga telah diajukan petisi yang telah ditandatangani oleh berbagai elemen sipil di Provinsi Aceh baik mahasiswa, organisasi, masyarakat sipil dan pihak-pihak lainya juga disampaikan sebagai bukti tambahan terakhir untuk kasus PT. EMM oleh Penggugat. Sehingga total alat bukti yang sudah diserahkan ke pengadilan berjumlah 63 alat bukti. WALHI Aceh bersama masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya telah melakukan upaya hukum yang merupakan bentuk keseriusan perjuangan selama ini. Pada akhirnya, meski telah dihadirkan berbagai bukti dan fakta, Putusan PTUN Jakarta menjadi catatan dan melukai rasa keadilan masyarakat, ketika korporasi dibiarkan melanggar hukum, merusak lingkungan, dan mengorbankan hak-hak masyarakat. Sementara Itu di Aceh sesudah putusan plt Gubernur Aceh menyatakan akan meminta pemerintah pusat untuk mencabut izin produksi tambang emas PT EMM dan menghentikan kegiatan dilapangan. Pernyataan itu diucapkan dihadapan ribuan mahasiswa Aceh. Ditapak tambang emas masyarakat mengusir PT EMM dari Beutung Ateuh, humas PT EMM menyatakan dalam waktu 24 jam akan keluar dari Beuteung Ateuh dan berjanji tidak akan kembali lagi. Andi Prayoga, the university president of Stebank Islam University, stated “Rakyat Aceh sudah capek dengan Penindasan dan ketidakadilan. Lahirnya Gerakan Aceh Merdeka juga karena adanya ketidakadilan dan Penindasan terhadap Rakyat Aceh. Jangan ada lagi konflik. Potensi konflik pun harus di hindari. Saya khawatir keberadaan PT. EMM ini menjadi pemicu konflik. Ribuan mahasiswa dan masyarakat sudah berunjuk rasa dalam rangka menolak PT. EMM. Ini adalah bukti kuat Bahwa keberadaan PT. EMM menyakiti hati rakyat aceh. Oleh karena itu, kami menolak PT. EMM. Tanah Aceh tidak rela sejengkal tanah pun dikuasai oleh asing. Dan jika keputusan hakim tidak memihak pada kami, maka kami akan janjikan membawa masa demonstrasi jauh lebih besar dari sekarang. Dan tentunya kami meminta kepada Pak Jokowi agar segera mencopot menteri ESDM.” Narahubung : Andi  (Presiden Mahasiswa kampus Stebank Islam) +6281291474445 Nur (Direktur Eksekutif Daerah WALHI Aceh) +628126970494 Sawung (Manajer Kampanye Perkotaan,Tambang & Energi- Eksekutif Nasional WALHI)+628156104606