Pantauan Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat Rentang waktu 24 Juli-7 Agustus 2017

Kebakaran hutan di tahun 2017 masih saja terjadi, meski tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Kebakaran hutan dan lahan yang terus berulang menunjukkan bahwa langkah antisipasi tidak cukup jika tanpa penegakan hukum terutama jika kebakaran hutan dan lahan terjadi di wilayah konsesi perusahaan. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) luas lahan yang rusak akibat kebakaran hutan hingga bulan Agustus tahun ini sekitar 20.250 hektar di seluruh Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan juga berulang di Kalimantan Barat, berdasarkan pantauan citra satelit yang diperoleh dari Global Forest Watch, titik api mulai banyak di temukan mulai sejak 24 Juli hingga 5 Agustus 2017. Lima Kabupaten telah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan yaitu Kabupaten Kubu Raya, Ketapang, Sekadau, Melawi, dan Bengkayang. Numun, justru di beberapa kabupaten yang paling banyak terjadi kebakaran hutan, seperti Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, Pontianak, Sintang dan Landak tidak menetapkan status siaga darurat, akibatnya langkah antisipasi dan koordinasi untuk mengatasikebakaran hutan dan lahan tidak berjalan maksimal.

 width=

Jika dilihat dalam rentang waktu antara 24 Juli sampai 5 Agustus maka dapat ditemukan titik api terbanyak terjadi pada tanggal 5 agustus yang mencapai 120 titik api. Kemudian pada tanggal 29 Juli dan 31 Juli, masing-masing 104 titik api. Sebesar 26% dari keseluruhan titik api berada di dalam kawasan yang termasuk dalam peta indikatif moratorium. Sedangkan 26% titik api berada di lahan gambut. Jika persentase titik api dibagi berdasarkan bukan wilayah konsesi dan wilayah konsesi perkebunan baik sawit maupun kebun kayu maka 47% titik api berada di luar wilayah konsesi dan 53 % berada di dalam wilayah konsesi, dimana 35% titik api di wilayah konsesiberada di wilayah konsesi perkebunan sawit.

 width=

Sebagai contoh, titik api pada periode tersebut banyak ditemukan pada konsesi perkebunan sawit dan kebun kayu, antara lain: PT. Tri HM 1 (Sawit) dengan 18 titik api, PT. Bumi mekar hijau (kebun kayu) 11 titik api, PT. Ragam R.R (sawit) 11 titik api, PT. Mandala Agrisindo Perkasa (sawit) dengan 10 titik api, PT. Bukit baraindo Pelita utama (sawit) 10 titik api. Jika dilihat dari pantauan kebakaran hutan dan lahan sebagaimana dipaparkan diatas maka seharusnya pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tidak hanya fokus pada pemadaman api di lahan milik masyarakat saja, namun juga melihat praktik korporasi dalam mengelola perkebunan baik sawit maupun kebun kayu. Karena sebagian besar titik api justru berada di wilayah di dalam konsesi perusahaan-perusahaan tersebut dan bukan di lahan pertanian milik masyarakat.