Siaran Pers
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
Dilansir melalui Website, Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menggelar rapat koordinasi bersama Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama pada hari Senin (13 Januari 2025). Diketahui bahwa Rapat Koordinasi tersebut membahas mengenai sinergi dalam rangka percepatan Rempang Eco-City. Rapat Koordinasi tersebut juga dihadiri oleh Asisten Perencanaan Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan, Kepala Zeni Kodam 1 Bukit Barisan, Komando Distrik Militer (Kodim) 0316 Batam, dan perwakilan PT Makmur Elok Graha (PT MEG).
Koalisi memandang pelibatan TNI dalam proyek investasi bisnis seperti di Rempang Eco-City tidak tepat. Hal ini tidak hanya bertentangan dengan Jati Diri Tentara Profesionalisme yang mengamanatkan tentara tidak berbisnis dan menjunjung tinggi HAM sebagaimana Pasal 2 huruf d UU TNI, tetapi justru juga berpotensi besar terjadi pelanggaran HAM di masa datang.
Selain itu Keterlibatan TNI dalam Proyek Rempang Eco City tersebut juga bertentangan dengan Peran dan Fungsi TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan untuk penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU TNI.
Lebih lanjut keterlibatan itu juga melanggar Tugas Pokok TNI sebagaimana Pasal 7 UU TNI karena Keterlibatan TNI dalam Proyek Rempang Eco City tidak dapat dikategorikan sebagai Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang membutuhkan prasyarat kebijakan dan keputusan politik negara atau kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selain itu keterlibatan TNI dalam proyek ini dengan dalih perbantuan, sebagaimana Pasal 7 ayat (2) UU TNI, sama sekali tidak berdasar. Sebab perbantuan semestinya dilakukan ketika persoalan yang dihadapi melampaui kapasitas (beyond capacity) otoritas sipil terkait. Sementara dalam konteks ini, tidak terlihat kondisi-kondisi yang berpotensi memicu ketidaksanggupan otoritas sipil dalam menanganinya, termasuk aspek ancaman. Sebab prinsip tugas perbantuan semestinya melalui pertimbangan kondisi kapasitas otoritas sipil.
Meskipun terdapat tugas Membantu tugas pemerintah daerah dalam OMSP, tetapi aspek ini berpotensi menjadi dalih yang dipaksakan, mengingat tidak jelasnya batasan keterlibatan TNI nantinya. Kondisi ini merupakan implikasi ketiadaan regulasi yang mengatur Tugas Perbantuan TNI yang semestinya menjadi obat penawar problematika perluasan peran militer di ranah sipil dalam konteks OMSP.
Perlu kami ingatkan bahwa TNI tidak dibentuk untuk terlibat dalam proyek bisnis dan investasi. TNI dibentuk, dididik, diorganisir, dibiayai dan dipersenjatai semata-mata untuk membunuh dan menghancurkan musuh dalam perang. Pelibatan TNI dalam proyek-proyek bisnis semacam ini hanya akan menempatkan TNI dalam posisi berhadap-hadapan dengan rakyat yang pada akhirnya menimbulkan kekerasan dan pelanggaran HAM.
Di tengah banyaknya permasalahan kekerasan yang dilakukan oleh Prajurit TNI dan Kritik dari berbagai kalangan dan masyarakat seperti dalam kasus Penembakan Pemilik Rental Mobil di Tangerang sampai dengan Penyerangan Warga di Deli Serdang, sudah sepatutnya TNI mengevaluasi diri dan menghindar dari potensi berulangnya kekerasan yang baru termasuk terlibat dalam proyek di Rempang Eco City.
Koalisi juga menduga adanya motif ekonomi dan politik dari segelintir orang atau yang kerap disebut sebagai Perwira Intervensionis untuk menarik-narik Institusi TNI terlibat dalam proyek Rempang Eco City, oleh karena itu kami menilai dugaan motif ekonomi dan politik yang membuka ruang keterlibatan TNI dalam Proyek Strategis Nasional termasuk dan tidak terbatas pada Proyek Rempang Eco City harus diselidiki lebih lanjut oleh Presiden RI, DPR RI dan Panglima TNI, karena dampak pelaksanaannya tidak hanya pada Profesionalisme TNI, tetapi TNI akan dihadapkan secara langsung dengan masyarakat yang mendiami wilayah di mana Proyek-proyek tersebut dilaksanakan baik masyarakat lokal maupun adat.
Secara umum keterlibatan TNI dalam pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah lainnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, seperti dalam proyek Lumbung Pangan (Food Estate) di beberapa wilayah, Pengamanan PT Freeport Indonesia di Papua, Pengamanan PT Dairi Prima Mineral di Sumatera Utara, Pengamanan PT Inexco Jaya Makmur di Sumatera Barat (2018), Pengamanan PT Duta Palma di Kalimantan Barat (2024). Termasuk keterlibatan dalam perampasan tanah adat Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) oleh PTPN II di Sumatera Utara (2020), Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener, Wadas (2021), PSN Smelter Nikel CNI Group, Sulawesi Tenggara (2022), hingga PSN Bendungan Lau Simeme, Sumatera Utara (2024). dalam praktiknya keterlibatan-keterlibatan TNI tersebut menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat lokal dan masyarakat adat dan tidak jarang menimbulkan kekerasan.
Berdasarkan uraian di atas, Koalisi mendesak:
- Presiden RI memerintah Panglima TNI untuk memastikan tidak ada keterlibatan Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan dan Satuan Pelaksana di bawahnya, terkhusus Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama dan Komando Distrik Militer (Kodim) 0316 Batam dalam Proyek Rempang Eco City;
- Komisi I DPR RI sebagai salah satu bagian dari Kontrol Sipil atas Militer harus mengevaluasi semua tindakan TNI yang bertentangan dengan Peran, Tugas dan Fungsinya, terkhusus terkait dengan Keterlibatan TNI dalam Proyek-Proyek Strategis Nasional;
- Panglima TNI memerintahkan Inspektorat Jenderal TNI Angkatan Darat untuk melakukan Audit, Review, Evaluasi, Pemantauan, dan Kegiatan Pengawasan Lainnya terkait dengan keterlibatan Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan dan Satuan Pelaksana di bawahnya, terkhusus Komando Resor Militer (Korem) 033 Wira Pratama dan Komando Distrik Militer (Kodim) 0316 Batam dalam Proyek Rempang Eco City yang bertentangan dengan Peran, Tugas dan Fungsi TNI;
- Presiden dan DPR RI harus memastikan tidak ada Keterlibatan TNI dalam Proyek Pemerintah, serta memerintahkan Semua Kementerian Koordinator dan Kementerian dan/atau Lembaga Negara lainnya untuk tidak menarik dan/atau membuka ruang keterlibatan Institusi TNI dalam Pelaksanaan Proyek Pemerintah;
Jakarta, 15 Januari 2024
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan:
Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty International Indonesia, ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)
Narahubung:
Hussein Ahmad – IMPARSIAL
M. Isnur – YLBHI
Gina Sabrina - PBHI Nasional
Dimas Bagus Arya – KontraS
Ikhsan Yosarie - SETARA Institute
Teo Reffelsen - WALHI Nasional