PEMERINTAH HARUS MEMAHAMI FUNGSI KAWASAN HUTAN, BUKAN  SAJA DARI SISI EKOLOGI, TETAPI JUGA FILOSOFIS ORANG ASLI PAPUA

SIARAN PERS Menyikapi MoU yang ditandatangani oleh pemangku kepentingan, baik daerah maupun pusat dan di saksikan oleh Presiden Joko Widodo, adalah bentuk perhatian dan kepedulian pemerintah terhadap rakyatnya. Sebelum MoU di tandatangani, berbagai pihak telah berkontribusi dalam rangka penanganan tanggap darurat terhadap korban terdampak dengan beragam pendekatan dan materi. Menanggapi  poin pertama dari 4 (empat), rekomendasi yang di sampaikan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, (KLHK), agar banjir bandang tidak kembali terjadi, yakni : mengembalikan kawasan hutan sesuai dengan fungsinya. Banyak masyarakat terdampak investasi industri skala luas di Papua yang pada hari ini masih terabaikan oleh perhatian pemerintah. Kondisi mereka bukan saja kehilangan sumber kehidupan, tetapi juga bencana ekologis akibat investasi yang massif. Semakin sulit mereka menghadapi dan mengatasi kehidupan (saat ini), dimana ditengah upaya mencari nafkah karena hilangnya sumber kehidupan, hidup mereka juga terdampak oleh bencana ekologis karena hilangnya daya dukung dan daya tampng lingkungan yang di perburuk oleh hadirnya korporasi. Menanggapi poin pertama KLHK,kawasan hutan bukan saja di Cagar Alam Cyclop, tetapi juga kawasan hutan di beberapa wilayah / kabupaten di Papua yang setiap tahun mengalami penurunan tutupan hutan akibat ekspansi industri ektraktif. Pemerintah tidak bisa menutup mata dengan bencana ekologis lainnya yang jauh telah dialami oleh masyarakat adat di Papua, pencemaran air, udara dan tanah akibat penggunaan pupuk dan mercuri, seperti yang dialami Suku Amungme-Komoro dari limbah PT. Freeport dan Perkebunan Kelapa Sawit.

Hal ini menandakan pemerintah masih melanggengkan kepentingan ekonomi–profit korporasi daripada kepentingan masyarakat lokal yang mengakitbatkan deforestasi yang meluas ditengah ancaman perubahan iklim global. Perhatian pemerintah pusat dan daerah terhadap masyarakat terdampak Banjir Bandang, sangat dihargai. Namun penting juga melihat komunitas terdampak dari investasi di beberapa daerah di Papua karena hal tersebut tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah sebagai pihak yang secara tidak langsung menciptakan dampak terhadap masyarakat melalui pemberian izin-izin kepada korporasi. Pada poin pertama, KLHK tentang fungsi kawasan hutan, hutan di Papua bukan hanya Cyclop, melainkan diseluruh Tanah Papua. Namun bicara fungsi hutan, seberapa jauh pemerintah memahami fungsi hutan di Papua, baik dalam fungsi ekologi maupun dalam perspektif budaya – filosofis? Penguasaan hutan untuk industri melalui izin pemerintah sesunggungnya telah mengabaikan fungsi hutan, baik dalam fungsi ekologi maupun filosofis budaya Orang Asli Papua. Buruknya kehidupan masyarakat adat Papua utamanya yang bergantung pada hutan, mencerminkan inkonsistnesi pemerintah terhadap kesatuan hidup dan kearifan lokal masyarakat sekitar hutan. Sehingga pentingnya pemerintah memahami fungsi hutan dari sisi ekologi yang lebih luas terhadap hutan di Papua, sertamengakui filosofis Orang Asli Papua yang bergantung pada hutan tanpa berpikir profit serta memperburuk kehidupan masyarakat sebagai kostituennya. Sebagai bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk pelestarian lingkungan, pengelolaan hutan berbasis hak dan hidup Orang Asli Papua yang berkelanjutan, maka Walhi Papua menyatakan :

  1. Hentikan perizinan untuk korporasi di tanah Papua sebagai bagian dari upaya pemerintah memahami fungsi hutan bagi kehidupan, baik dari sisi ekologis maupun dari filosofis Orang Asli Papua
  2. Review perizinan, serta mencabut izin korporasi yang bermasalah dan menciptakan bencana ekologis di Tanah Papua
  3. Selesaikan konflik masyarakat dan perbaikan lingkungan dari bencana ekologis yang diakibatkan oleh korporasi

Narahubung : Aiesh Rumbekwan (Direktur Walhi Papua)