Jakarta 25 November 2019, Pasca ditetapkan KPU sebagai Presiden terpilih periode 2019-2014, dalam berbegai kesempatan, baik dalam pidato kenegaraan maupun dalam sambutan-sambutan acara non kenegaraan Presiden Jokowi selalu menekankan keinginannya memperioritaskan Investasi. Dalam periode Jabatan sebelumnya, Presiden Jokowi telah menunjukan kecenderungannya mengedepankan iklim investasi dengan beberapa kebijakan, salah satunya pengambilan diskersi presiden dalam proyek strategis nasional melalui Inpres No. 3 Tahun 2016 dengan pendekatan perizinan satu pintu, yang memungkinkan proses penerbitan izin lingkungan untuk proyek strategis nasional tidak lebih dari 60 hari, ada juga Inpres nomor 1 tahun 2016 yang memerintahkan kementerian dan lembaga negara untuk melakukan akselerasi perizinan.
Mengawali periode kedua pemerintahan Jokowi, penegasian kepentingan lingkungan dan manusia kembali dilakukan dengan rencana kebijakan penghapusan Izin Mendirikan Bangunan dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dua Aturan ini Mau dihapuskan Karena dianggap akan menghambat investas
Langkah pemerintah ini keliru dan gegabah, dengan beberapa alasan :
- Bank-Bank Multinasional yang menjadi sumber hutang Indonesia mulai memperlemah safeguardnya dengan harapan country system negara tujuan menguat, menghapuskan AMDAL akan menimbulkan persepsi negatif negara - negara maju terhadap Indonesia, justru sumber keuangan yang berperspektif lingkungan akan berkurang dari Indonesia.
- AMDAL sejauh ini secara umum telah gagal mencapai tujuan utamanya untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan, kegagalan ini diakibatkan suatu perizinan keputusan politiknya telah diambil terlebih dahulu sebelum kajian kelayakan dibuat, sehingga AMDAL hanya menjadi syarat administratif, sebagian AMDAL diketahui oleh masyarakat terdampak lebih dini dapat menjadi pencegah kehancuran lingkungan hidup, kegagalan AMDAL secara umum seharusnya direspon pemerintah dengan membenahi birokrasi, dan penegakan hukum terhadap praktek pelanggaran hukum dalam proses perumusan dan implementasi.
- Berdasarkan UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH melalui PP 46 Tahun 2017 ekonomi seharunya Sudah diposisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup, dimana setiap pemerintah daerah sebelum penyusunan Tata Ruang Daerah harus menginvarisasi dan menetapkan Neraca Sumber Daya Alam dan Neraca Arus Sumber Daya Alam (NASDA). Neraca SDA dan LH salah satu tonggak perubahan mainstream dalam pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, dimana Negara mulai memposisikan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Sebagai “Aset”. Neraca ini akan memberikan gambaran cadangan/aset Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup serta Perubahanya, dalam bentuk neraca aset satuan fisik dan neraca aset satuan mata uang, sedangkan sumbangsih dan perubahan pada alam dalam aktivitas ekonomi dihitung melalui Neraca Arus SDA. Penghapusan AMDAL Tanpa kedua hal ini merupaka. Pembangkrutan terhadap perekonomian negara.[1]
- Sejalan dengan PP 46 Tahun 2017 diatas, melalui Peraturan Menteri No 24 Tahun 2018, memang ada pengecualian kewajiban penyusunan AMDAL untuk daerah yang telah mempeunyai RDTR, yang mana RDTR harus diawali dengan KLHS dan KLHS harus berdasarkan Neraca SDA dan Neraca Arus SDA. [2]
- IMB, merupakan alat kontrol pemerintah atas tata ruang serta sebagai acuan penentuan pajak dan retribusi daerah, penghapusan IMB akan membuat Tata Ruang tidak berguna dan potensi penyalagunaan bangunan tanpa pajak akan meningkat
Atas pertimbangan-pertimbangan diatas, meminta Pemerintah untuk menghentikan rencana penghapusan AMDAL dan IMB, Karena akan membahayakan keselamatan lingkungan dan manusia di Indonesia.
Kontak Person :
Ode Rahman 0813-5620-8763
[1] Neraca SDA dan LH : Adalah gambaran mengenai cadangan/aset sumber daya alam dan lingkungan serta perubahanya, Pasal 1 angka (5), PP 46 Tahun 2017 Pasal 7 ayat (1) huruf a. dan huruf b.// Neraca Arus SDA dan LH : Adalah gambaran aliran input alam dari lingkungan ke dalam ekonomi dan aliran limbah dari ekonomi ke lingkungan, Pasal 1 angka (6).Neraca Arus SDA dan LH secara folosofis mulai mengukur dan menghargai nilai input alam dari lingkungan, walaupun pada input ekonomi terhadap lingkungan masih menggunakan cara pandang dampak dalam bentuk polutan / limbah, belum mengukur angka kehilangan “Aset’ alam akibat ekonomi.
[2] Pasal 4. P24 / 2018 anyat (2). Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari kewajiban menyusun Amdal apabila lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada daerah
kabupaten/kota yang telah memiliki RDTR. Sedangkan di pasal 5 menjelaskan lebih rinci ; ayat (1) Pengecualian kewajiban penyusunan Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilakukan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (a). RDTR telah dilengkapi dengan KLHS yang dibuat dan dilaksanakan secara komprehensif dan rinci; dan (b). RDTR telah mengintegrasikan hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Sedangkan ayat (2). Pasal 5 diatas menjelaskan Kriteria KLHS RDTR yang dibuat dan dilaksanakan secara komprehensif dan rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: pengkajian pengaruh RDTR terhadap kondisi
lingkungan hidup;