Pernyataan Presiden Prabowo Anti Sains dan Rentan Melegitimasi Pendekatan Keamanan di Bisnis Sawit

Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

Jakarta, 31 Desember 2024. Pernyataan Prabowo tentang tidak usah takut membuka sawit dan rencana ekstenfikasi sawit tidak terlalu mengejutkan, karena rencana itu sudah terbaca dari kebijakan dan program yang ada saat ini. Namun, yang mengejutkan adalah pernyataan pembukaan sawit tidak menyebabkan deforestasi karena mempunyai daun, harus keluar dari mulut seorang presiden, yang harusnya berbicara berdasarkan sains, pengetahuan, riset dan fakta-fakta yang ada.

Padahal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022 melalui rilisnya menegaskan bahwa sawit bukan tanaman hutan. KLHK juga merinci praktik kebun sawit yang ekspansif, monokultur, dan non prosedural di dalam kawasan hutan, telah menimbulkan beragam masalah hukum, ekologis, hidrologis dan sosial. “Ini menunjukkan bahwa pernyataan Presiden Prabowo tidak berdasarkan data dan fakta yang diterbitkan pemerintah sendiri,” kata Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional WALHI.

Berdasarkan data KLHK, sawit ilegal dalam kawasan hutan saja, ada sekitar 3,2 juta hektar. Artinya seluas 3,2 juta hektar hutan telah terdeforestasi akibat ekspansi sawit skala besar. Artinya, presiden jelas-jelas tidak memakai data pemerintah sendiri saat berbicara mengenai deforestasi dan sawit. Bukan hanya berdampak pada deforestasi, polusi, kerusakan sungai, krisis air, banjir dan longsor serta kebakaran hutan lahan juga menjadi kerugian yang harus ditanggung rakyat dan lingkungan.

Bahkan, awal Desember lalu (8 Desember 2024) Special Rappourteurs dan Kelompok Kerja PBB menyurati pemerintah Indonesia terkait pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat, degradasi lingkungan hidup, intimidasi dan kriminalisasi terhadap para pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang meluas di industri kelapa sawit, dan menambah rentetan keprihatinan atas operasi raksasa kelapa sawit Indonesia, khususnya operasi anak-anak perusahaan Astra Agro Lestari (AAL) di Sulawesi.

Lihat juga, Surat publik dari lebih dari 30 organisasi menyoroti pelanggaran lingkungan hidup, hak asasi manusia, dan tata kelola yang dilakukan AAL dan menuntut RSPO karena melakukan tindakan greenwashing pada perusahaan kelapa sawit yang berkonflik.

Perluasan ekspansi perkebunan sawit skala besar akan semakin memperpanjang rantai konflik agraria, kerusakan lingkungan, kebakaran hutan dan lahan, bencana ekologis, dan korupsi di sektor sawit. Apalagi dalam pernyataannya, Prabowo meminta polisi dan tentara menjaga perkebunan sawit. Pernyataan ini berbahaya sekali, karena presiden menginstruksikan secara terbuka di publik, bahwa polisi dan tentara harus menjaga sawit.

Fakta selama ini aparat Kepolisian dan Tentara juga cenderung berpihak kepada Perusahaan yang berkonflik agraria dengan Masyarakat. Tidak jarang aktor keamanan melakukan intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap Masyarakat yang berkonflik dengan perusahaan di sektor perkebunan sawit. “Oleh karena itu tidak berlebihan jika kita menganggap instruksi ini akan melegitimasi pendekatan keamanan dalam pelaksanaan operasi produksi perusahaan sawit oleh aktor-aktor keamanan yang berpotensi akan membuat kasus-kasus intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat semakin bertambah”, tutup Uli.

Narahubung
WALHI: 0811-5501-980