SIARAN PERS KOALISI MASYARAKAT SIPIL KAWAL KPK
Perkembangan situasi akhir-akhir mengenai pemberantasan korupsi sama sekali tidak menunjukkan sinyal positif. Seberapapun kuat pesan publik menolak kandidat capim KPK dengan persoalan etik dan tiadanya pelaporan harta kekayaan ke LHKPN, nama kandidat bermasalah masih ada dalam daftar capim KPK yang diajukan Presiden ke DPR. Pansel KPK bentukan Presiden sama sekali tidah mengindahkan input, kritik, serta saran dari publik. Mereka melaju memberikan daftar nama yang masih berisikan kandidat dengan rekam jejak bermasalah ke Presiden yang kemudian sudah diserahkan oleh Presiden ke DPR.
Sementara itu, kurang dari tiga hari sejak penyerahan nama capim KPK untuk diproses di DPR, Badan Legislasi mengajukan rencana Revisi UU KPK dalam Sidang Paripurna. Rencananya, revisi UU KPK akan disahkan kurang dari sebulan yaitu pada tanggal 24 September 2019. Pengajuan revisi UU KPK sama sekali tidak mengikuti tertib peraturan perundang-undang yang berlaku yaitu UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 45 ayat 1 UU itu mengatur bahwa penyusunan RUU harus berdasarkan Prolegnas. Sementara revisi UU KPK kali ini tidak tercantum dalam daftar RUU Prioritas 2019. Lebih dari itu, inisiatif revisi UU KPK ini juga melanggar Peraturan Tata Tertib DPR sendiri yaitu pasal 65 ayat 1 yang menyatakan bahwa seharusnya Baleg DPR mengajukan usulan perubahan Prolegnas, bukan mengajukan RUU inisiatif sendiri.
Bagian dari Rangkaian Pelemahan KPK
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal KPK memandang pemilihan capim KPK yang masih mencantumkan nama individu dengan rekam jejak bermasalah serta revisi UU KPK merupakan bagian dari agenda pelemahan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sudah saatnya Presiden Joko Widodo mempergunakan perannya dalam politik untuk berkomunikasi dengan parpol pendukungnya agar tidak memilih calon bermasalah untuk capim KPK. Publik dan media telah banyak meliput dan menunjukkan data serta fakta mengenai proses dan pilihan capim KPK, sehingga sama sekali tidak ada alasan informasi tersebut tidak sampai ke Presiden.
Seharusnya usulan revisi UU KPK tidak direspons oleh Presiden Joko Widodo mengingat proses pengusulan revisi UU KPK ini melanggar prosedur perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 dan Peraturan Tata Tertib DPR. Salah satu agenda utama Presiden Joko Widodo yang disampaikan pada masa kampanye adalah reformasi regulasi dalam bentuk membenahi perencanaan, perancangan, dan penyusunan peraturan perundang-undangan. Dengan merespons DPR dan mengirimkan Surat Presiden (Surpres) yang menunjuk kementerian untuk membahas revisi UU KPK, berarti Presiden tidak konsisten dengan agendanya sendiri untuk melakukan reformasi regulasi.
Selain itu, Presiden Joko Widodo perlu konsisten dengan kalimatnya bahwa beliau mendukung penuh kerja KPK. Hal ini ditambah bila mengingat kinerja KPK yang positif berdampak pada kemenangannya pada pemilu presiden 2019 lalu. Mengutip Lembaga Survey Indonesia (LSI) pada 26 Agustus 2019, 63,4% responden yang puas dengan kinerja KPK adalah pemilih Jokowi-Ma’ruf.
Berbagai inisiatif yang dilakukan KPK seperti pertama kali menggunakan kerusakan lingkungan dalam menghitung kerugian negara seperti dalam kasus Gubernur non-aktif Sulawesi Tenggara Nur Alam mungkin takkan terjadi lagi apabila revisi UU KPK terjadi dan capim KPK dengan rekam jejak bermasalah terpilih. Upaya-upaya KPK seperti inilah yang seharusnya menjadi pengingat utama bagi Presiden Jokowi sebelum memutuskan segala sesuatu berhubungan dengan KPK. Masih ada jalan bagi Presiden Joko Widodo untuk menggunakan posisi politiknya dengan menghentikan proses ini dengan menunjukkan keberpihakannya bersama publik untuk menghentikan agenda pelemahan KPK.
Berdasarkan argumen di atas, Koalisi Masyarakat Sipil meminta Presiden Joko Widodo untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Tidak menerbitkan Surpres atas RUU Revisi UU KPK yang diusulkan DPR;
- Melakukan komunikasi intensif dengan parpol pendukung pemerintah agar tidak memilih capim KPK bermasalah;
- Meminta parpol pendukung pemerintah untuk tidak melanjutkan rencana pembahasan Revisi UU KPK;
- Menunjukkan sikap yang jelas dan responsif serta berpihak pada publik yang menolak segala bentuk pelemahan KPK; dan
- Mendukung penuh upaya publik dalam melawan segala bentuk usaha pelemahan KPK.
Jakarta, 8 September 2019
ICW
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
KontraS
LBH Jakarta
Pokja Implementasi UU Disabilitas
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
WALHI
YLBHI
Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas
Perhimpunan Tuna Netra Indonesia (Pertuni)