PUTUSAN PENGADILAN ATAS GUGATAN MASYARAKAT ACEH TERHADAP PT. EMM & BKPM Mengorbankan Kepentingan Lingkungan Hidup dan Hak Masyarakat Aceh

Siaran Pers 11 April 2019 Gugatan terhadap Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia dan PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM) oleh WALHI dan Masyarakat Beutong Ateuh Banggalang Penggugat mengajukan bukti diantaranya, Surat Komite Peralihan Aceh (KPA) Nagan Raya yang menolak dengan tegas pernyataan PT. EMM yang menyatakan KPA Nagan Raya seolah-olah memberikan dukungan kepada PT. EMM akibat dari pemberian sejumlah dana bantuan untuk kegiatan-kegiatan di hari-hari besar kepada KPA. Begitu juga Surat Pernyataan dari Anak Kandung Alm. Tgk, Bantaqiah yaitu Tgk. Malikuk Azin Bin Tgk. Bantaqiah diantarnya menyatakan kehadiran tambang PT EMM merupakan potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa depan di sektor Sumber Daya Alam, di tengah kasus pelanggaran HAM masa lalu (Tragedi Tgk. Bantaqiah) sampai hari ini belum mampu diselesaikan. Pada sidang-sidang juga telah diajukan petisi-petisi yang telah ditandatangani oleh berbagai lintas elemen sipil di Provinsi Aceh baik mahasiswa, organisasi, masyarakat sipil dan pihak-pihak lainya juga disampaikan sebagai bukti tambahan terakhir untuk kasus PT. EMM oleh Penggugat. Sehingga total alat bukti yang sudah diserahkan ke pengadilan berjumlah 60 alat bukti. WALHI Aceh bersama masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya telah melakukan upaya hukum yang merupakan bentuk keseriusan perjuangan selama ini. Begitupula halnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) juga telah memberikan keputusan politik atas perjuangan rakyat, dimana DPRA pada tanggal 6 November 2018 memutuskan menolak izin PT. EMM melalui keputusan DPRA Nomor 29/DPRA/2018.

Namun, pemerintah Aceh sampai hari ini belum menindaklanjuti poin ketiga keputusan tersebut, yaitu meminta kepada Pemerintah Aceh untuk membentuk tim khusus yang melibatkan DPRA untuk melakukan upaya hukum terhadap izin usaha pertambangan operasi produksi yang dikeluarkan oleh BKPM RI Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 tanggal 19 Desember 2017. Pada akhirnya, meski telah dihadirkan berbagai fakta, Putusan ini menjadi catatan dan melukai rasa keadilan masyarakat, ketika korporasi dibiarkan melanggar hukum, merusak lingkungan, dan mengorbankan hak-hak masyarakat. Statmen Andi Prayoga, Presiden Mahasiswa kampus Stebank Islam, Jakarta:  ”Rakyat Aceh sudah capek dengan Penindasan dan ketidakadilan. Lahirnya Gerakan Aceh Merdeka juga karena adanya ketidakadilan dan Penindasan terhadap Rakyat Aceh. Jangan ada lagi konflik. Potensi konflik pun harus di hindari. Saya khawatir keberadaan PT. EMM ini menjadi pemicu konflik. Ribuan mahasiswa dan masyarakat sudah berunjuk rasa dalam rangka menolak PT. EMM. Ini adalah bukti kuat Bahwa keberadaan PT. EMM menyakiti hati rakyat aceh. Oleh karena itu, kami menolak PT. EMM. Tanah Aceh tidak rela sejengkal tanah pun dikuasai oleh Asing. Dan jika keputusan Hakim tidak memihak pada kami, maka kami akan janjikan membawa masa demonstrasi jauh lebih besar dari sekarang. Dan tentunya kami meminta kepada Pak Jokowi agar segera mencopot menteri ESDM.”

Narahubung : Andi  (Presiden Mahasiswa kampus Stebank Islam) +6281291474445 Nur (Direktur Eksekutif Daerah WALHI Aceh) +628126970494 Sawung (Manajer Kampanye Perkotaan, Tambang & Energi- Eksekutif Nasional WALHI)+628156104606