Putusan Sela Mahkamah Konstitusi dan Perintah Tidak Menerbitkan Peraturan Pelaksana yang Berkaitan UU KSDAHE

Oleh: Tim Advokasi Koalisi Untuk Konservasi Berkeadilan

Jakarta, 15 November 2024 - Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) pada Kamis, 14 November 2024 mengeluarkan Putusan Sela Nomor 132-PS/PUU-XXII/2024 terkait Uji Formil Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pada pertimbangan hukumnya, MK memandang perlu untuk menjatuhkan putusan sela yang bertujuan untuk menunda pemeriksaan persidangan permohonan pengujian formil yang diajukan oleh AMAN, WALHI, KIARA dan Mikael Ane yang tergabung dalam Koalisi Untuk Konservasi Berkeadilan sampai dengan selesainya persidangan penyelesaian perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024.

Pada pertimbangan hukumnya juga, MK memerintahkan kepada pemerintah dan pihak lain untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana yang berkaitan dengan UU 32/2024 sampai dengan adanya putusan akhir Mahkamah Konstitusi guna menghindari dampak yang lebih luas sebelum Mahkamah menilai konstitusionalitas pengujian formil atas proses pembentukan Undang-Undang KSDAHE. MK memandang dalam perkara a quo putusan sela diperlukan demi menghindari dampak-dampak yang akan timbul dari keberlakuan UU 32/2024 yang pemeriksaannya sedang diberhentikan sementara dan guna memberikan kepastian hukum pada hak-hak konstitusional para Pemohon dan seluruh warga negara.

Menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Sekjen AMAN) Rukka Sombolinggi “bahwa dengan adanya Putusan Sela Mahkamah Konstitusi (MK) ini artinya seluruh proses pembuatan di bawah Peraturan KSDAHE harus dihentikan, dan Saya menyerukan agar Pemerintah mematuhi Putusan Sela ini, untuk segera menghentikan proses pembuatan peraturan di bawah UU KSDAHE tersebut” ujar Rukka Sombolinggi.

Lebih lanjut Manajer Hukum dan Pembelaan WALHI, Teo Reffelsen menyampaikan; “Putusan Sela yang diucapkan oleh MK kemarin sejalan dengan permohonan provisi yang kami ajukan, karena jika Peraturan Pelaksana UU KSDAHE dibentuk oleh Pemerintah atau pihak lain selama Proses Pengujian Formil berlangsung, tidak menutup kemungkinan peraturan tersebut akan berdampak buruk pada Masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL) serta lingkungan hidup. Oleh karenanya Pemerintah dan pihak lainnya yang berhubungan dengan UU ini tidak boleh mengambil tindakan apapun yang membangkang pada putusan sela ini, sebelum adanya putusan akhir.”

Delapan Catatan Krusial RUU Perubahan KSDAHE, baca disini.

Sekjen Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, juga menekankan dalam putusan sela ini sangat penting bagi pemerintah untuk menghentikan proses pembuatan peraturan di bawah UU KSDAHE, mengingat terdapat setidaknya 10 (sepuluh) ketentuan norma yang mendelegasikan pengaturan dalam UU 32/2024 untuk diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah. Sebelum ada putusan tetap dari MK, pengaturan lebih lanjut dari UU 32/2024 ini justru dapat memberikan dampak buruk bagi kehidupan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal yang selama ini telah melakukan praktik-praktik pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara komunal yang berkelanjutan, khususnya yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Susan menegaskan bahwa, “Pengujian formil ini membuktikan ke pemerintah sebagai penyusun peraturan perundang-undangan untuk menjalankan asas Meaningfull Participation (Partisipasi yang bermakna) dari Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL), serta partisipasi yang bermakna tersebut tidak hanya diukur dari kuantitas melainkan juga kualitas, serta diakomodirnya masukan dari MAKL dalam proses pembentukan UU 32/2024 ini”.

Pada putusan yang sama MK juga mempertegas dalam konteks uji formil ini syarat-syarat dalam uji formil telah dipenuhi oleh para pemohon. Misalnya dalam konklusi, MK menyatakan dirinya berwenang mengadili permohonan uji formil serta Permohonan yang diajukan oleh para pemohon tidak melewati tenggang waktu pengajuan permohonan pengujian formil. Serta penegasan bahwa Para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.

Untuk lebih lengkap silahkan unduh dokumen, disini.

 

Hormat Kami,
Koalisi Untuk Konservasi Berkeadilan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Constitutional Lawyer Viktor Santoso Tandiasa, Greenpeace Indonesia, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Working Group ICCAs Indonesia (WGII), Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN),

 

Narahubung:
Muhammad Arman (AMAN): 0812-1879-1131
Ermelina Singeretta ( PPMAN) : 0812-1339-904
Satrio Kusma Manggala (WALHI): 0811-593-600
Fikerman Loderico Saragih (KIARA): 0823-6596-7999