Petisi Bersama Koalisi Masyarakat Sipil “Restrukturisasi dan Reorganisasi TNI Tidak Boleh Bertentangan dengan Agenda Reformasi TNI” Rencana TNI untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi TNI dilakukan dengan beberapa rencana kebijakan. Hal itu meliputi penempatan militer ke jabatan-jabatan sipil, penambahan unit serta struktur baru di TNI, peningkatan status jabatan dan pangkat di beberapa unit dan perpanjangan masa usia pensiun Bintara dan Tamtama. Restrukturisasi dan reorganisasi ini juga tidak bisa dilepaskan dari Peraturan Presiden No. 62 tahun 2016 tentang Susunan Organisasi TNI. Kami menilai penataan organisasi militer perlu didasarkan pada pertimbangan dinamika lingkungan strategis guna meningkatkan efektivitas organisasi dalam menghadapai ancaman dengan tetap berpijak pada fungsinya sebagai alat pertahanan dan mempertimbangkan aspek ekonomi (anggaran). Penataan organisasi TNI juga harus mempertimbangkan aspek reformasi TNI, sehingga tidak boleh bertentangan dengan agenda reformasi TNI itu sendiri. Kami menilai rencana penempatan militer aktif pada jabatan sipil melalui revisi UU TNI tidak tepat. Penempatan TNI aktif pada jabatan sipil dapat mengembalikan fungsi kekaryaan TNI yang dulunya berpijak pada doktrin dwi fungsi ABRI (fungsi sosial-politik) yang sudah dihapus sejak reformasi. Hal ini tentu tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan dapat mengganggu tata sistem pemerintahan yang demokratis. Reformasi TNI mensyaratkan militer tidak lagi berpolitik dan salah satu cerminya adalah militer aktif tidak lagi menduduki jabatan politik seperti di DPR, Gubernur, Bupati, atau jabatan di kementerian dan lainnya. Sejak UU TNI disahkan, militer aktif hanya menduduki jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan seperti Kementerian Pertahanan, Kemenkopulhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung (Pasal 47 ayat 2 UU TNI). Penempatan TNI dalam lembaga didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan non departemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang dimaksud (Pasal 47 ayat 3 UU TNI). Dalam konteks itu, rencana perluasan agar militer aktif bisa menduduki jabatan di kementerian lain melalui revisi UU TNI tentu tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan akan mengembalikan fungsi kekaryaan yang sudah dihapus. Kami memandang peningkatan status jabatan dan pangkat bintang satu di beberapa daerah teritorial yakni beberapa Korem kurang tepat. Hal itu tidak sejalan dengan semangat reformasi TNI yang tertuang dalam UU No. 34/2004 tentang TNI yang mengisyaratkan perlunya melakukan restrukturisasi komando territorial. Justru, dalam konteks restrukturisasi dan reorganisasi TNI tersebut sepatutnya pemerintah mendorong agenda Restrukturisasi Koter yang menjadi mandat reformasi dan UU TNI sendiri.
Gelar kekuatan TNI harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis dan penggelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintah (Penjelasan Pasal 11 ayat 2 UU TNI). Kami menilai kebijakan untuk memperkuat kesatuan dan unit yang memiliki fungsi tempur untuk perang seperti Pengembangan Kostrad, Armada Angkatan Laut, Komando Pertahanan Udara memang sangat dimungkinkan. Hal ini juga akan berimplikasi pada terdapatnya jabatan baru dan pangkat baru. Namun demikian, rencana untuk peningkatan status jabatan dan pangkat baru di beberapa unit lain sepertinya perlu dikaji ulang. Kami menilai penataan organisasi dan personel TNI yang penting untuk dipikirkan adalah terkait dengan penataan promosi dan jabatan yang berbasis pada kompetensi (merit system). Selain itu, perlu untuk melanjutkan program zero growth di dalam mengatasi kesenjangan antar perekrutan dengan struktur dan jabatan yang dimiliki TNI. Perekrutan personel TNI perlu menyesuaikan dengan jumlah personel yang pensiun. Kami memandang restrukturisasi dan reorganisasi TNI perlu dikaji secara mendalam sehingga tepat sasaran dan menghasilkan formulasi kebijakan yang berkelanjutan demi penguatan organsiasi TNI dalam menghadapi ancaman sesuai fungsinya sebagai alat pertahanan negara. Yang lebih penting rencana kebijakan itu juga tidak boleh bertentangan dengan agenda reformasi TNI. Kami mendesak kepada DPR dan Pemerintah agar tidak mendukung agenda restrukturisasi dan reorganisasi yang bertentangan dengan reformasi TNI, yakni penempatan militer aktif di jabatan sipil yang tidak diatur dalam UU TNI. Kami mendesak kepada DPR dan Pemerintah untuk meninjau ulang peningkatan level kepangkatan pada jabatan di struktur teritorial. Kami mendesak otoritas sipil justru seharusnya mendorong beberapa agenda reformasi TNI yang penting, yaitu reformasi Peradilan Militer dan Restrukturisasi Komando Teritorial. Jakarta, 11 Februari 2019 CP: 1. M Isnur (YLBHI) 081510014395 2. Arif Nurfikri (KontraS) 0815-1319-0363 3. Ardi Manto (Imparsial) 081261944069 4. Wahyudi Djafar (Elsam) 081382083993 5. Ikhsan Yosarie (SETARA Institute) 082286389295 6. Totok Yuliyanto (PBHI) 082297771782 Koalisi Masyarakat Sipil I. Lembaga 1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 2. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) 3. the Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) 4. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) 5. Human Rights Working Group (HRWG) 6. Indonesian Corruption Watch (ICW) 7. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia 8. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) 9. Setara Institute 10. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta 11. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya 12. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers 13. Lesperssi 14. Institut Demokrasi 15. Human Right Law Studies (HRLS) FH UNAIR 16. Lokataru Foundation 17. Indonesian Legal Roundtable (ILR) 18. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) 19. Perkumpulan Pendidikan untuk Demokrasi (P2D) 20. Pusat Studi Papua Universitas Kristen Indonesia 21. Yayasan Pemberdayaan Sosial Pijar Lentera - Jakarta,Merauke,Manokwari 22. Forum Akademisi untuk Papua Damai (FAPD) 23. Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) Indonesia 24. Pusat Pengembangan HAM dan Demokrasi (PPHD) Universitas Brawijaya 25. Yayasan Desantara 26. PAHAM Papua 27. KPJKB Makassar 28. Yayasan Inklusif 29. Yayasan Perlindungan Insani Indonesia 30. Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) Universitas Negri Medan 31. Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Univ. Andalas 32. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) II. Individu/ Tokoh 1. Prof. Dr. H. Mochtar Pabottingi (Profesor Riset LIPI) 2. Prof. Dr. Frans Magnis Suseno (Budayawan) 3. Prof. Dr. Syamsuddin Haris (Profesor Riset LIPI) 4. Dr. Karlina Supelli (Dosen STF Driyakara) 5. Dr. Agus Sudibyo (pegiat media) 6. Dr. Robertus Robet ( dosen UNJ) 7. Dr. Nur Iman Subono (Dosen UI) 8. Dr. Ali Syafaat ( Dosen FH UB) 9. Mangadar Situmorang, Ph.D (Dosen HI FISIP UNPAR) 10. Dr. Ani Sucipto (Dosen Fakultas Ilmu Sosial-Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia) 11. Dr. Antie Solaiman (Dosen dan Pemerhati Masalah Papua) 12. Dra. Sri Yanuarti (Peneliti Senior LIPI) 13. Diandra Mengko (Peneliti LIPI) 14. Bhatara Ibnu Reza, Ph.D (Dosen UBJ) 15. Usman Hamid (Direktur Amnesty Internasional Indonesia) 16. Suciwati (Pendiri Museum HAM Omah Munir) 17. Rafendi Djamin (Mantan Wakil Indonesia Untuk AICHR) 18. Darmawan Triwibowo (Direktur TIFA) 19. Asep Komarudin (Pegiat HAM) 20. Sholehudin A. Azis (Dosen Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah) 21. Siska Prabhawaningtyas Ph.D (Dosen Universitas Paramadina) 22. Bivitri Susanti (Dosen STHI Jentera) 23. Ray Rangkuti (Direktur Lingkar Madani Indonesia) 24. Muji Kartika Rahayu (Dosen STHI Jentera) 25. Charles Simabura (Dosen dan Peneliti PUSaKO FH Univ Andalas) 26. Leonard Simanjuntak (Aktivis Lingkungan) 27. Edna Caroline (wartawan pertahanan) 28. Feri Amsari (Dosen FH Universitas Andalas) 29. Fitriani, M.A., Ph.D (Dosen FISIP UI) Note: Petisi akan terus dibuka untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak baik lembaga maupun individu dengan menghubungi kontak person di atas.