Siaran Pers Hari Bumi 2021
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
“Pulihkan Bumi, Pulihkan Indonesia!”
Jakarta, 22 April 2021 - Peringatan Hari Bumi 2021 masih dibayangi dengan krisis multidimensi. Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal tahun 2020, merupakan penyakit zoonosis yang merupakan siklus berputar dari krisis ekologis (kemunculan penyakit) ke krisis lain (dampak penyakit). Pandemi yang terjadi selama dua tahun ini pun tak mampu menurunkan emisi gas rumah kaca di tingkat global. Emisi hanya sedikit menurun beberapa bulan pada awal pandemi dan terus meningkat di bulan-bulan setelahnya. Laporan terbaru dari World Meteorological Organization (WMO) menyebutkan eskalasi dampak perubahan iklim justru semakin meningkat, bahkan tahun ini merupakan tahun terpanas, meski terjadi fenomena la nina. Disisi lain, dampak siklus basah la nina di sepanjang tahun 2021 mengakibatkan 763 kejadian bencana (tanah longsor, banjir, gelombang pasang, dan puting beliung) yang membuat lebih dari 3 juta terdampak dan mengungsi.
Kegagalan dan kegagapan mengatasi pandemi makin parah karena berkelindan dengan menguatnya kuasa oligarki. Berbagai kebijakan yang melemahkan perlindungan lingkungan hidup dikeluarkan oleh negara untuk melayani kepentingan oligarki, diantaranya revisi UU Mineral Batubara dan UU Cipta Kerja serta seperangkat produk turunannya seperti PP Nomor 22 Tahun 2021. Alih-alih bersiap menghadapi kondisi yang terburuk akibat pandemi dan krisis iklim dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dan mengoreksi kebijakan, pemerintah justru menggelar karpet merah pada investasi yang menjadi biang kerusakan lingkungan hidup.
Pelonggaran kebijakan perlindungan lingkungan demi melayani kepentingan membawa kita semakin rentan terhadap bencana ekologis. Selama sepuluh tahun terakhir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat peningkatan kejadian bencana ekologis hampir sepuluh kali lipat. Sepanjang tahun 2020, BNPB mencatat 2.925 kejadian bencana, sebagian besar diantaranya merupakan bencana hidrometeorologis yang bertalian erat dengan krisis iklim. Puncak dari kerentanan ekologis itu terlihat dari kejadian bencana di awal tahun 2021 yang terjadi di Kalimantan Selatan dan kemudian disusul dengan terjangan siklon tropis Seroja yang melanda Nusa Tenggara dan Nusa Tenggara Barat serta daerah-daerah di Pulau Jawa. Banjir besar di Kalimantan Selatan menjadi alarm tanda bahaya darurat ekologis sebagai konsekuensi perusakan lingkungan Bumi Banua oleh tambang, kebun kayu dan kebun sawit. Sementara siklon tropis Seroja di Nusa Tenggara merupakan penanda dampak krisis iklim di depan mata.
Peringatan hari bumi seharusnya bukan sekedar seremonial, namun harus dimaknai sebagai momentum reflektif dan tindakan nyata menjaga bumi menjadi tempat yang layak huni untuk semua semua entitas, baik itu makhluk biotik maupun abiotik, serta generasi mendatang. Bertepatan dengan Hari Bumi, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama Kantor Eksekutif Daerah di 28 provinsi menyerukan alarm tanda bahaya atas kerusakan lanskap ekologis Indonesia mulai dari kawasan pesisir, pulau kecil, hingga pegunungan.
Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional WALHI menegaskan “peringatan hari bumi ini penting dijadikan momentum bagi warga untuk menuntut pertanggungjawaban institusi penyelenggara negara atas berbagai kerusakan lingkungan hidup dan penderitaan warga yang bertubi-tubi akibat berbagai kebijakan yang telah meningkatkan kerawanan dan memaparkan warga pada berbagai risiko bencana.”
WALHI juga mengajak seluruh elemen rakyat, perempuan, laki-laki, tua muda, di pelosok desa dan kampung kota, gotong-royong jaga bumi bisa dimulai dengan menghentikan perusakan alam oleh ekspansi perkebunan monokultur skala besar, tambang, infrastruktur energi kotor dan mega proyek skala besar seperti food estate dan lainnya.
Pada peringatan hari bumi 2021 yang bertema restore our earth ini, WALHI menyerukan:
- Mulai membangun kemandirian dalam kesiapsiagaan menghadapi risiko bencana, dengan antara lain mengkritisi secara aktif berbagai rencana, kebijakan, atau proyek yang dapat meningkatkan pencemaran, kerusakan lingkungan hidup dan kerawanan bencana
- Melakukan desakan kepada institusi negara untuk meletakkan landasan bagi penyelamatan generasi yang akan datang melalui komitmen nyata penurunan emisi gas rumah kaca yang ambisius dan tidak membahayakan nasib generasi yang akan datang
- Membangun kekuatan politik rakyat dan agenda politik hijau guna memastikan terwujudnya keadilan ekologis bagi generasi hari ini dan generasi yang akan datang
Narahubung:
Yuyun Harmono, Manajer Kampanye Keadilan Iklim Eksekutif Nasional WALHI), di 08138507560
----- ----- -----
Press Release Earth Day 2021
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
“Restore Our Earth, Restore Indonesia!”
Jakarta, April 22, 2021 - The commemoration of Earth Day 2021 is still haunted by multidimensional crisis. The covid-19 pandemic that has hit the world since the beginning of 2020, is a zoonotic disease which is rotating from an ecological crisis (emergence of disease) to another crisis (the impact of disease). The pandemic that has occurred for the past two years has not been able to reduce greenhouse gas emissions at the global level. The emission reduction occurred only slightly at the start of the pandemic and continued to increase in the months after. The latest report from the World Meteorological Organization (WMO) states that the escalation of the impacts of climate change is actually increasing, even this year is the hottest year, despite other phenomenons happening. On the other hand, the impact of the wet cycle La Niña during 2021 has resulted in 763 disaster cases (landslides, floods, tidal waves, and tornadoes) that affected more than 3 million people, which many of them displaced.
The failure and fiasco of the government to overcome the pandemic is getting severe because it is intertwined with the rising of oligarchs power. Quite a number of policies that weaken environmental protection are issued by the government to serve the oligarchs’s interests, including the revision of the Coal and Mineral Mining Law (Minerba) and Job Creation Law (OMNIBUS LAW) alongside as a set of derivative products such as Government Regulation Number 22 of 2021 concerning on Protection and Management of the Environment. Instead of preparing for the worst conditions that could possibly happen due to the pandemic and climate crisis, increasing the community capacity and correcting policies, the government has instead rolled out the red carpet for dirty investments that have been the source of environmental damage and crisis in Indonesia.
Loosening the environmental protection to serve the interests of certain groups makes the people even more vulnerable to ecological disasters. Over the past several years, the National Disaster Management Agency (BNPB) has recorded an increase in ecological disasters almost tenfold. Throughout 2020, BNPB recorded 2,925 disasters, most of which were hydrometeorological disasters closely related to the climate crisis. The peak of ecological vulnerability can be seen from the disaster in early 2021 that occurred in South Kalimantan then followed by the brunt of the Seroja tropical cyclone that hit Nusa Tenggara and West Nusa Tenggara and several parts of Java. The massive floods in South Kalimantan have become an alarm for an ecological emergency as a consequence of the destruction of Bumi Banua's environment by mining, timber plantations and oil palm plantations. Meanwhile, the Seroja tropical cyclone in Nusa Tenggara is a sign of the imminent impact of the climate crisis.
The commemoration of Earth Day should not be merely ceremonial, but must be interpreted as a reflective momentum and concrete action to keep the earth a habitable place for all entities, both for biotic or abiotic creatures, as well as future generations. To coincide with Earth Day, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) together with regional executives in 28 provinces are calling for alarm on the damage of the ecological landscape in Indonesia, ranging from coastal areas, small islands, to mountains.
Nur Hidayati, Executive Director of WALHI National Executive states, “The Earth Day commemoration is an important momentum for the people to hold the state accountable for various environmental destruction and human suffering barrage due to various policies that have increased vulnerability and expose people to various disaster risks.”
WALHI also invites all layers of society, women, men, young and elderly, in rural and urban area, to build mutual cooperation to protect the earth. The action could be started by stopping the destruction of nature by the expansion of large-scale monoculture plantations, mines, dirty energy infrastructure and mega-scale projects, like food estate projects and others.
In commemoration of Earth Day 2021 themed restore our earth, WALHI calls on the following recommendations:
- Starting to build self-reliance and preparedness in disaster mitigation, by actively criticizing various plans, policies, or projects issued by the government that can increase pollution, environmental damage and disaster vulnerability.
- Calling on the state institutions to lay the foundation for saving future generations through a real commitment to ambitiously reduce greenhouse gas emissions and not to put the future generation at risk.
- Building people's political power and a green political agenda to ensure the realization of ecological justice for today's and future generations.
Contact person:
Yuyun Harmono, Campaign Manager of Climate Justice WALHI National Executive—081385072648