Surat Terbuka Rakyat Indonesia

SURAT TERBUKA RAKYAT INDONESIA

Yth. Presiden Republik Indonesia
Yth. Ketua dan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia
Yth. Ketua dan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Indonesia
Yth. Ketua dan Pimpinan Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia

di tempat

Dengan hormat,

Sehubungan dengan hasil Rapat Kerja Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dengan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Menteri Perindustrian (Menperin), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) pada Senin, 11 Mei 2020, untuk melanjutkan pembahasan dan pengesahan RUU Minerba di Rapat Paripurna DPR pada hari ini, Selasa 12 Mei 2020.

Kami, warga negara Indonesia, petani, buruh, nelayan, mahasiswa, pegiat lingkungan, pegiat HAM, pegiat antikorupsi, pegiat kemanusiaan, pemerhati energi, akademisi, perwakilan tokoh masyarakat, perwakilan tokoh agama dan kalangan masyarakat lainnya, menyampaikan desakan kepada Presiden Republik Indonesia, Pimpinan DPR RI, Pimpinan DPD RI dan Pimpinan Fraksi DPR RI untuk membatalkan agenda Pembicaraan Tingkat II, mengesahkan RUU Minerba dalam Rapat Paripurna hari ini (12/05/2020), karena terdapat beberapa aspek penting terkait dengan perlindungan masyarakat, penatakelolaan dan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang Komisi VII dan Pemerintah abaikan.

Sejumlah pertimbangan penting yang diabaikan dan sangat perlu untuk diperhatikan, antara lain:

1. Dengan pengesahan RUU Minerba pemerintah secara sadar memberikan suatu bentuk jaminan ( bailout ) untuk melindungi keselamatan elit korporasi, namun tidak bagi lingkungan hidup dan terutama rakyat yang sedang terancam Covid-19, yang kemudian menyebabkan kekosongan ruang aspirasi dan partisipasi publik. Sementara bailout berikutnya tengah disiapkan, misalnya wacana usulan pemotongan tarif royalti yang harus dibayar kepada negara dan sejumlah insentif lainnya bagi perusahaan.

2. Proses pembahasan dan pengesahan RUU Minerba cacat prosedur dan hukum. Melanggar tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU 12/2011 dan peraturan DPR tentang tata tertib DPR. Mengabaikan hak konstitusi warga negara yang dijamin dalam UUD 1945 pasal 28F.

3. Pasal-pasal dalam draf RUU Minerba yang disahkan di Komisi VII memperlihatkan bagaimana perusahaan diberi berbagai kemudahan, di antaranya:

a. Perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang yang merupakan fasilitas mewah bagi enam perusahaan raksasa batu bara yaitu Kaltim Prima Coal, Arutmin, Kideco Jaya Agung, Multi Harapan Utama, Berau Coal dan ADARO yang akan habis masa kontraknya di tahun ini dan tahun depan. Dengan pasal-pasal dalam draf RUU Minerba tersebut mereka akan terus menikmati kemewahan luas lahan, kemegahan produksi energi maut batu bara dan fasilitas lainnya saat masih berada dalam sirkuit aturan rezim kontrak

b. Adanya definisi Wilayah Hukum Pertambangan yang akan mendorong eksploitasi tambang besar-besaran, bukan hanya di kawasan daratan tetap juga lautan yang bertentangan UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
c. Reklamasi dan Pascatambang dimungkinkan untuk tidak dikembalikan sebagaimana rona awal. Termasuk lubang tambang akhir dimungkinkan tidak ditutup seluruhnya

d. Batu bara dibebaskan dari kewajiban hilirisasi, dan diberi segala insentif fiskal dan non fiskal bagi pertambangan dan industri batu bara, ini adalah penanda bahwa melalui RUU ini Indonesia akan semakin tersandera oleh kecanduan energi maut batu bara yang merupakan sumber utama krisis iklim dunia

e. Dihapusnya pasal 165 tentang sanksi pidana bagi pelanggaran penerbitan izin usaha pertambangan
f. IUP & IUPK diperbolehkan untuk dipindahtangankan kepada pihak lain, yang memicu komodifikasi izin

g. Re-sentralisasi kewenangan ke Pemerintah Pusat tanpa mempertimbangan kapasitas Pemerintah Pusat dalam membina dan mengawasi. Serta abai terhadap kepentingan Pemerintah Daerah
h. Tata ruang ditabrak, dimana pada Wilayah Pertambangan dijamin tidak akan dilakukan perubahan tata ruang
i. Dalam hal pengutamaan kepentingan nasional, klausul pengendalian produksi dan ekspor dihapus, yang akan melanggengkan eksploitasi
4. Sebanyak 90 persen isi dan komposisi RUU ini hanya mengakomodasi kepentingan pelaku industri batu bara. Penambahan, penghapusan dan pengubahan pasal hanya berkaitan dengan kewenangan dan pengusahaan perizinan namun tidak secuil pun mengakomodasi kepentingan dari dampak industri pertambangan dan kepentingan rakyat di daerah tambang, masyarakat adat dan perempuan. Isi dan komposisi RUU ini juga tidak berangkat dari evaluasi atas daya rusak operasi pertambangan dan industri minerba selama ini.

5. Tidak ada pasal yang mengatur batasan operasi pertambangan di seluruh tubuh kepulauan yang sudah dipenuhi dengan perizinan, tumpang tindih dengan kawasan pangan, berada di hulu dan daerah aliran sungai, menghancurkan kawasan hutan dan tumpang tindih dengan kawasan berisiko bencana.

6. RUU ini tidak menyediakan pasal yang memberi ruang hak veto rakyat atau hak mengatakan tidak pada pertambangan saat masuk ke ruang hidup mereka.

Atas nama UUD 1945 yang menjamin keselamatan rakyat dan kedaulatan negara Presiden Joko Widodo dan DPR RI harus membatalkan rencana pengesahan RUU Minerba di pembicaraan tingkat dua. DPR dan Pemerintah harus fokus menyelamatkan rakyat di tengah wabah virus corona yang mematikan. Dan juga penting bahwa batubara bukan untuk hilirisasi, tapi dikurangi pemakaiannya demi menyelamatkan bumi dari pemanasan global.

Demikian surat ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami sampaikan terima kasih.

Jakarta, 12 Mei 2020

SURAT TERBUKA RAKYAT INDONESIA :
Download