Berdasarkan Perhitungan WALHI Aceh, warga Banda Aceh hasilkan 576 ton sampah perhari, jumlah tersebut dihasilkan oleh 64.000 rumah tangga yang ada di Kota Banda Aceh. Yang artinya produksi sampah rumah tangga mencapai 210.000 ton pertahun, kondisi tersebut belum termasuk sampah yang dihasilkan oleh pasar, rumah sakit, sekolah, dunia usaha dan instansi pemerintah lainnya.
Periode tahun 2017/2018 yang merupakan tahun pertama Aminullah memimpin Kota Banda Aceh di tandai dengan kegagalan Kota Banda Aceh mendapatkan Adipura. Kondisi ini menunjukkan penurunan kinerja Pemko Banda Aceh dalam hal pengelolaan sampah yang pada tahun-tahun sebelumnya telah mendapatkan Adipura selama sembilan kali berturut-turut.
Qanun Kota Banda No.1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah hanya disosialisasikan tanpa diimplementasikan secara utuh, meskipun pernah dilakukan penegakan hukum seperti 11 kali OTT terhadap pelanggar Qanun tersebut, tapi belum mengurangi kesemrawutan pengelolaan sampah di Banda Aceh karena hanya dilakukan secara sporadis dan tidak kontinyu. Kondisi tersebut menjadikan visi Kota Banda Aceh Bebas Sampah 2025 dan Adipura semakin jauh dari angan-angan.
WALHI Aceh menilai keberhasilan perbaikan pengelolaan sampah di Kota Banda Aceh tidak hanya menjadi tugas pemerintah kota, tetapi juga harus dibarengi dengan peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha/swasta. Partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan melalui peningkatan intensitas sosialisasi dan penegakan hukum yang menimbulkan efek jera bagi yang melanggar aturan, sektor swasta dan dunia usaha juga dapat dilibatkan untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam sosialisasi dan pengurangan produksi sampah. Selain peningkatan kesadaran masyarakat dan pelibatan pihak swasta/dunia usaha dalam pengelolaan sampah, Pemko Banda Aceh juga perlu memperbaiki kinerja dalam hal pengelolaan sampah di TPA, terutama TPA Terpadu di Blang Bintang yang selama ini penanganannya masih buruk.