Banda Aceh 5/9/2018. Sehubungan dengan pengumuman rencana pemasangan Tanda Batas pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM) di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah, yang diumumkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. Pengumuman tersebut dikeluarkan di Nagan Raya dan Aceh Tengah pada 9 Juli 2018, namun pengumuman tersebut baru diumumkan di media massa pada 5/9/2018 di salah satu media cetak lokal di Aceh. PT. EMM telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi melalui SK Kepala BKPM Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 pada tanggal 19 Desember 2017, untuk komoditas emas, dengan luas areal 10.000 hektar (Ha). Lokasi izin berada di APL sekitar 2.779 Ha, HL 4.709 Ha, dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sekitar 2.478 Ha (APL 1.205 Ha dan HL 1.273 Ha). WALHI Aceh telah melakukan akses informasi terkait dokumen perizinan dan dokumen lingkungan hidup PT. EMM pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh, dan Dinas ESDM Aceh. Permohonan informasi yang sama juga ditujukan kepada Kementrian ESDM, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Semua permohonan informasi tersebut belum mendapatkan respon secara tertulis, namun DPMPTSP Aceh secara lisan telah melakukan konfirmasi bahwa dokumen perizinan dan dokumen lingkungan hidup PT. EMM tidak tersedia di DPMPTSP, karena perusahaan tersebut merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) semua proses perizinan berada di pemerintah pusat. Lokasi pertambangan emas PT. EMM berada di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, dan Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah. Hasil analisis sementara WALHI Aceh, setidaknya ada tujuh desa yang berdampak langsung dari usaha pertambangan tersebut, yaitu desa Berawang Baro, Wih Ilang, dan Arul Badak, Kecamatan Pegasing, serta desa Babah Suak, Kuta Tengoh, Blang Puuk, dan Blang Meurandeh Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang. Hasil konfirmasi WALHI Aceh dengan beberapa stakeholder desa, mereka juga tidak memiliki informasi terkait keberadaan PT. EMM. Pada tahun 2013, elemen masyarakat di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, Nagan Raya telah memberikan sikap menolak kehadiran PT. EMM karena akan berdampak terhadap lingkungan. Namun, pernyataan sikap masyarakat ini tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah Aceh dan pemerintah pusat. Buktinya, hari ini izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi telah diberikan kepada perusahaan tersebut. Terkait kondisi di atas, WALHI Aceh menduga proses perizinan dan pengkajian dampak PT. EMM untuk lokasi pertambangan di Nagan Raya dan Aceh Tengah tidak dilakukan sesuai prosedur dan juga diduga tidak melibatkan masyarakat yang terkena dampak dari usaha tersebut. Krisisnya informasi terkait keberadaan PT. EMM ditingkat lokal Aceh, semakin memperkuat dugaan WALHI proses perizinan tidak dilakukan secara transparan. Untuk itu WALHI Aceh memberikan sikap menolak kehadiran PT. EMM di Nagan Raya dan Aceh Tengah. WALHI Aceh mendesak pemerintah pusat untuk membatalkan IUP Operasi Produksi yang telah diberikan kepada PT. EMM. Banda Aceh, 5/9/2018 Eksekutif Daerah WALHI Aceh Muhammad Nur Direktur
WALHI Aceh Tolak PT. EM