WALHI: Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah Harus Konsen Mengingatkan Pemda Terkait Lingkungan dan Warga Miskin Atas Pertumbuhan Ekonomi

Pejabat Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulawesi Tengah WALHI Sulawesi Tengah ucapkan Selamat datang dan selamat bekerja kepada Miyono mengantikan Kepala Kantor Perwakilan (KPw) yang sebelumnya dijabat oleh  Purjoko. Didepan mata ada situasi ekonomi yang penting jadi konsen bersama terutama pejabat BI Perwakilan Sulawesi Tengah yang baru harus lebih proaktif memberikan evaluasi (mengingatkan) terhadap pertumbuhan perekenomian Sulawesi Tengah kepada Pemerintah Daerah, Sesuai dengan misi BI Mencapai “stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.” Mengutip laporan BI Perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan 2016 laporan mampu tumbuh sebesar 15,52% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 13,21% (yoy) maupun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 15,09% (yoy). Mesin penggerak pertumbuhan pada triwulan ini berasal dari sektor industri pengolahan yang tumbuh 69,55% (yoy) dengan andil pertumbuhan sebesar 5,97%. Sementara dari sisi penggunaan ditopang oleh ekspor yang tumbuh sebesar 173,51% (yoy) dengan andil pertumbuhan sebesar 15,44%.

sinyalemen pulihnya harga komoditas stainless steel, nickel pig iron, dan LNG (meski dalam skala terbatas) diperkirakan mendorong ekspansi produksi industri pengolahan dan ekspor. Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah, Aries Bira menyarankan kepada Pejabat Baru BI Perwakilan Sulawesi untuk lebih tegas menyampaikan kepada pemerintah Daerah Sulawesi Tengah bahwa pertumbuhan tersebut berada di pondasi yang sangat lemah, boming ekonomi karena sektor pertambangan tidak akan bertahan lama dan bisa terjadi pada pemerintah daerah mana saja, dengan sumber daya alam (SDA) yang berlimpah di daerahnya. Pertumbuhan ekonomi dari sektor Ini tidak bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan pemerintah daerah tentunya.  Jika di bandingkan tolak ukur sektor yang lainnya semisal pertanian sangat tidak berdampak. pertanian hanya menyumbang 1,20 Persen. Tentu bagi petani ini bukan sesuatu yang membanggakan karena justru sektor pertanian tidak menyumbangkan angka signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah, seperti gambar di bawah. Dari dua gambar di atas terlihat dengan jelas bagaimana kontribusi sektor pertanian dalam dua tahun terakhir semakin menurun.

Sementara angka kemiskinan juga terus meningkat Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS, Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah pada bulan Maret 2016 tercatat sebanyak 420.520 jiwa atau 14,45% dari seluruh penduduk Sulteng. Jumlah tersebut lebih tinggi dari posisi September 2015 yang tercatat sebesar 14,07%. Jumlah kemiskinan bersumber dari pedesaaan dari 420.520 jiwa penduduk miskin pedesaan berjumlah 345.700 jiwa atau 15,91 persen. Secara terang presentase pertumbuhan dua digit tidak ada yang berdampak serius dari pertumbuhan perekonomian terhadap pada problem kemiskinan disulawesi tengah. Selain itu WALHI juga meyakini terus meningkatnya warga miskin di pedesaan diakibatkan begitu mudahnya lahan pertanian di konfersi menjadi lahan untuk industri perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Jika mengacu kepada data yang di rekap oleh Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2015, luas areal perkebunan sawit di sulawesi Tengah adalah 693.699 Ha, dengan rincian izin lokasi seluas 250.763 ha, izin usaha perkebunan seluas 294.545 ha, dan Hak Guna Usaha seluas 148.390 yang dikuasai oleh 48 perusahaan. Angka ini meningkat tajam pada tahun 2016 pasca Kordinasi dan Supervisi (KORSUP) Perkebunan Sawit oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Palu, menemukan jumlah izin perkebunan sawit di Sulawesi Tengah Mencapai 96 izin. Kondisi lingkungan hidup juga terus memburuk seiring dengan terus di bukanya lahan-lahan baru untuk pembangunan kelapa sawit dan pertambangan. Krisis pangan dan air juga melanda di beberapa daerah belakangan ini akibat kondisi lingkungan yang terus memburuk. Kondisi ini tentu tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang mencapai dua digit itu. Maka seharusnya Bank Indonesia demi menciptakan kondisi keungan dan perekonomian di Sulawesi Tengah stabil dan berdaya saing harus mengingatkan pemerintah daerah untuk konsen terhadap isu Lingkungan Hidup dan pertubuhan jumlah masyarakat miskin yang justru disebapkan dari sektor industri yang terus merusak lingkungan hidup dan merampas tanah rakyat.

Baca lebih lengkap di link berikut ini : https://goo.gl/0fJy72