WALHI Tolak Green Washing Berwajah Restorasi

Perubahan iklim merupakan salah satu isu pokok global yang menjadi perhatian berbagai pihak. Dalam berbagai perundingan perubahan iklim, isu pokok yang selalu dibahas adalah deforestasi yang terjadi, termasuk di Indonesia. Indonesia memang memiliki posisi yang unik, selain sebagai negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia sekaligus menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca yang berasal dari deforestasi (land use land use change and deforetasi) dan kebakaran hutan dan rawa gambut. Nampaknya posisi tersebut dipahami dengan sangat baik oleh Presiden, sehingga di forum internasional perubahan iklim, pemerintah Indonesia berkomitmen mengambil bagian dalam penanganan perubahan iklim, termasuk pengurangan emisi GRK dengan salah satunya melalui upaya pemulihan atau restorasi hutan dan rawa gambut. Komitmen Indonesia juga disampaikan dalam forum Bonn Challenge yang diinisasi oleh Menteri Lingkungan Hidup Jerman dan IUCN. Sebuah forum global setingkat Menteri lingkungan hidup, kehutanan dan sumber daya alam dengan Tujuan utamanya adalah sebagai upaya global untuk mengurangi laju deforestasi seluas 150 juta hektar lahan hutan hingga tahun 2020, dan 350 juta hektar sampai dengan tahun 2030.

Pendekatan yang digunakan dalam merestorasi adalah dengan membangun kemitraan global dan berfokus pada satuan bentang alam atau landscape. Dalam COP 21 Paris Desember 2015 lalu, APP berhasil melobby Bonn Challenge untuk dapat terlibat dalam agenda restorasi hutan dan lahan. Konon ini merupakan bagian dari komitmen private sector yang selama ini berbisnis di industri ekstraktive terhadap perubahan iklim, penyelamatan lingkungan, menyelamatkan hutan dan gambut, serta penyelesaian konflik.  WALHI menilai inisiative restorasi berbasis landscape setidaknya di 5 provinsi yakni Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalbar dan Kaltim, tidak lebih hanya menjadi upaya green washing dari APP dan korporasi yang selama ini telah gagal mengelola sumber daya alam, dengan indikasi kebakaran dan bencana ekologis lainnya, konflik dan kemiskinan. Pada tanggal 9-10 Mei 2017 lalu, kota Palembang Sumatera Selatan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Bonn Challenge. Eksekutif Nasional WALHI, WALHI Sumsel, WALHI Jambi, WALHI Kalbar bersama dengan organisasi masyarakat sipil di Sumsel yang tergabung dalam Organisasi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan merespon agenda ini dengan berbagai kegiatan yang bertujuan memaparkan fakta-fakta kejahatan lingkungan hidup dan kemanusiaan yang dilakukan oleh APP di Indonesia untuk menunjukkan bahwa tawaran restorasi berbasis landscape oleh APP tidak lebih hanya bagian dari green washing korporasi. Pernyataan sikap organisasi masyarakat sipil dapat dilihat di  http://www.wp_walhi.local/2017/05/08/stop-green-washing-tegakkan-hukum-sekarang-juga/